Halo, perkenalkan nama saya Alfrida Ramadhani, kalian bisa panggil saya Al. Kali ini, saya akan menceritakan tentang 20 tahun kehidupan saya.
Hmm... sebelumnya saya mau bilang, mungkin cerita ini akan sedikit tidak beraturan. Saya harap kalian yang membaca cerita ini bisa maklum.
Kehidupan saya bisa dibilang... biasa saja. Malah mungkin membosankan bagi sebagian orang. Tapi saya tidak merasa bosan sih.
Waktu masih kecil, banyak orang yang menyukai saya. Iya, soalnya saya dulu imut banget. Kata orang-orang itu, iya orang-orang itu. Hehe... terus saya sempat juga merasakan fase kehidupan dimana saya memiliki wajah yang mirip dengan Sherina, mantan penyanyi cilik itu. Banyak orang yang bilang saya mirip dia, cuma saya memang lebih muda sih, hohoho... Hmm... itu kan cuma wajahnya saja, bagaimana dengan kemampuan menyanyinya?
Saya pernah diceritakan oleh ibu saya, waktu kecil saya pernah diundang ke pesta ulang tahun seorang anak temannya. Nah disitu, dengan pedenya, saya menyanyi waktu MC memberi tawaran pada siapa saja yang bersedia untuk bernyanyi. Kemudian setelah itu, orangtua saya sempat ditawari oleh orang agensi (rupanya di acara itu ada tamu yang bekerja di suatu agensi) untuk bergabung di agensinya, siapa tahu bisa jadi penyanyi cilik (zaman itu penyanyi cilik masih hits). Tetapi orangtua saya menolak, mereka ingin saya jadi anak biasa saja.
Itu sedikit tentang kehidupan saya waktu kecil, sebelum sekolah. Masa kecil saya memang dihabiskan bersama ibu saya. Ibu saya yang merupakan ibu rumah tangga sering mengajari saya menyanyi, menyanyikan lagu untuk saya, serta memutarkan lagu-lagu anak. Makanya saya jadi bisa menyanyi.
Mulai masuk ke masa sekolah, kehidupan saya mendadak suram. Iya, anda tidak salah baca, mendadak suram.
Jenjang pendidikan pertama saya adalah di tingkatan Taman Kanak-Kanak atau disingkat TK. Saya bersekolah di sebuah TK di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Waktu TK, saya adalah seoarang anak yang bodoh, anak yang sulit diatur, dan suka membangkang. Hmm... sebenarnya saya melakukan itu semua karena ada alasannya sih. Dulu saya masuk TK tingkat B di usia 4,5 tahun, padahal normalnya anak yang masuk TK B minimal berusia 5 tahun. Orangtua saya awalnya ingin memasukkan saya ke TK tingkat A, namun ditolak oleh salah satu guru di TK tersebut karena saya dianggap terlalu tua. Saya malah disarankan masuk kelas TK B. Akhirnya, saya yang belum punya pengalaman belajar di sekolah sama sekali masuk ke TK B.
Sebenarnya orangtua saya pernah mengajari saya belajar sebelum masuk TK, namun sekadarnya saja, karena mereka pikir nanti di TK A saya akan diajari lagi semua pelajaran TK dari awal. Namun ternyata, saya tidak pernah melalui yang namanya tahapan TK A. Saya langsung masuk ke TK B yang tingkatan kesulitannya lebih tinggi dari TK A. Saya harus langsung mengikuti 'kehidupan' tingkat B, tidak ada lagi yang namanya pelajaran dasar. Alhasil, saya jadi nampak sangat bodoh di kelas saya.
Dan parahnya, guru yang 'menjerumuskan' saya ke TK B, bukannya bertanggungjawab membantu menyejajarkan kemampuan saya dengan teman-teman sekelas saya, malah membully saya karena saya bodoh -_- saya sering diledek, disindir dan ditertawakan karena tidak mengerti pelajaran atau tidak mengerti instruksi yang dia berikan -_- kemudian, jika nilai saya jelek (yaiyalah jelek, namanya juga nggak ngerti) saya biasanya dimarahi oleh guru tersebut. Gara-gara sikap guru tersebut, akhirnya saya malah membangkang, menolak diatur guru tersebut, dan sering kabur di tengah pelajaran. Hahaha :')
Selain bermasalah dengan pelajaran dan dengan guru, saya juga bermasalah dengan teman-teman saya. Saya kurang paham kenapa, namun rasanya saya tidak cocok dengan mereka. Selain itu, saya juga mendapat stereotip negatif dari beberapa orangtua murid, sehingga ada orangtua yang tidak mengizinkan anaknya bermain dengan saya. :( ditambah lagi, guru saya berperan besar menjauhkan saya dari teman-teman perempuan. Setiap jam makan siang, saya sering diberikan tempat duduk di tempat anak laki-laki. Ya, saya nggak peduli sih sebenarnya mau duduk dimana. Cuma kalo dipikir-pikir lagi, seharusnya kan saya duduk di tempat anak perempuan. Apalagi saya dan anak laki-laki juga tidak akur, sering berkelahi.
Begitulah, masa TK saya samasekali tidak bisa dibilang penuh keceriaan seperti anak TK pada umumnya.
Namun saya heran dengan diri saya sendiri, mungkin saya masih polos atau entah kenapa, saya tidak pernah sama sekali mengadukan perlakuan guru saya, maupun keadaan saya dan teman-teman saya kepada orangtua saya. Mereka baru tahu kelakuan guru tersebut ketika saya sudah lulus dan pindah rumah. Dan, tentu saja mereka tidak akan tahu jika saya tidak cerita, karena ketika ada pertemuan orangtua dengan guru, guru tersebut selalu berakting seolah-oleh beliau adalah guru paling baik sedunia. Guru tersebut tiba-tiba bersikap sangat ramah pada saya di depan orangtua saya dan berkata yang baik-baik kepada orangtua saya :) #fakesmile
Sisi positifnya, sepertinya guru tersebut tidak melaporkan kebodohan saya atau kenakalan saya di sekolah kepada orangtua saya. Sisi negatifnya.... gausah dipikir lagi lah, ambil hikmahnya saja. :)
Begitulah cerita masa TK saya yang penuh dengan kebodohan dan permusuhan dengan guru maupun teman-teman :) masa yang suram.
Kemudian, saya dan keluarga pindah rumah, dari Pontianak ke rumah yang sekarang, di Citayam. Lalu saya masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu Sekolah Dasar (SD). Saya bersekolah di sebuah SD swasta yang ada di dekat rumah saya.
Dan, tidak diduga, masa SD saya justru bisa dibilang cemerlang. Di SD, bakat saya di bidang akademik mulai terlihat. Sejak kelas 1 hingga kelas 6, saya menjadi langganan juara kelas. Saya sering mendapat ranking 1 dan beberapa kali mendapat ranking 2 di kelas. Selain itu, ketika kelulusan, saya menjadi peraih nilai UN tertinggi di sekolah saya. (Maaf ya bukan bermaksud sombong, emang disuruh cerita, he he)
Saya dan orangtua saya samasekali tidak menyangka akan seperti itu. Namun menurut saya pribadi, itu adalah efek guru dan suasana belajar. Guru dan suasana belajar di SD rupanya mampu mengoptimalkan potensi akademis saya dibanding di TK. Of course. :)
Selain juara kelas, saya juga beberapa kali diminta mewakili sekolah mengikuti olimpiade tingkat kecamatan atau kabupaten, walaupun nggak ada yang lolos sih, hehe... Saya juga pernah menjadi "dokter kecil" di sekolah, walaupun karena tidak berminat ujung-ujungnya saya kabur dari tugas tersebut. (Hmm... kalian tahu dokter kecil? Di sekolah kalian ada dokter kecil juga nggak?)
Kemudian di bidang non-akademik, saya juga ada sedikit bakat, tepatnya bakat menggambar.
Di lingkungan rumah, ketika ada lomba memperingati Hari Kemerdekaan RI, saya pernah beberapa kali mengikuti lomba menggambar dan mewarnai. Dan di tiap lomba yang saya ikuti, saya selalu meraih 3 besar, walaupun tidak selalu juara 1. Sedangkan di lingkungan SD, saya pernah mendapatkan juara 1 pada Lomba Mewarnai dari Sakatonik ABC yang dulu mengadakan lomba di sekolah saya. Selain itu, saya juga pernah juara 2 lomba membuat kaligrafi. Dan, kaligrafi buatan saya banyak yang dipajang di kelas.
Saya rasa, kemampuan menggambar saya menurun dari ayah saya, ditambah lagi saya juga mengikuti ekstrakurikuler menggambar di sekolah. Jadi, bakat saya pada saat SD cukup terasah.
Lalu, selain ikut ekstrakurikuler menggambar, saya juga pernah ikut ekstrakurikuler musik. Berkat ikut ekskul musik, saya jadi cukup paham nada, hafal lagu-lagu nasional dan daerah, serta bisa memainkan pianika dengan cukup lancar.
Begitulah cerita singkat seputar masa SD saya, kemudian berlanjut ke jenjang berikutnya, masa SMP. Saya bersekolah di sebuah SMP negeri di Depok, Jawa Barat.
Masa SMP saya... Tidak secemerlang masa SD saya. Prestasi saya di bidang akademis tidak bisa dibilang buruk sih, walaupun tidak seperti dulu. Saya rasa, kemampuan saya cukup stabil. Saya memang tidak selalu juara kelas, walaupun masih beberapa kali masuk 3 besar, namun saya selalu masuk 10 besar di kelas saya. Saya juga pernah ikut seleksi untuk perwakilan olimpiade, namun tidak terpilih, hehe...
Untuk ekskul, nah di sinilah menurut saya penurunan yang terjadi. Saya pernah ikut ekstrakurikuler basket selama 1 tahun. Saya hanya bertahan selama 1 tahun, karena "olahraga memang bukan dunia saya". Setelah itu saya pernah ikut ekstrakurikuler MIPA, namun ekskul tersebut lebih banyak off. Jadi, anggap saja saya tidak ikut ekskul.
Segitu saja kisah saya di SMP, selanjutnya adalah kisah saya di SMA. Saya bersekolah di sebuah SMA negeri, masih sama di daerah Depok, Jawa Barat.
Masa SMA saya menurut saya lebih baik dari masa SMP. Di SMA, saya kembali menjadi langganan juara kelas, walaupun kemampuan saya patut dipertanyakan sih hahaha... Saya merasa belajar saya kurang maksimal. Apalagi, saya merasa salah jurusan juga di SMA hahaha... dulu saya mengambil peminatan IPA. Setelah direnungkan, ternyata cara belajar saya sebenarnya "lebih IPS" hahaha.
Saya juga pernah menjadi perwakilan sekolah mengikuti OSK (olimpiade tingkat kecamatan) di bidang astronomi, yaa... walaupun ujung-ujungnya tidak lolos sih hahaha... Dan menurut saya, sebenarnya patut dipertanyakan juga kenapa saya yang dipilih mewakili sekolah hahaha...
Untung bidang non-akademis, saya pernah mengikuti ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR) gara-gara termakan gosip -_- dulu ada gosip ketika saya masih jadi murid baru, bahwa hanya ada 3 ekstrakurikuler di SMA saya, karena sekolah saya masih tergolong baru, yaitu paskibra, futsal dan PMR. Dan karena ekstrakurikuler diwajibkan di sekolah, mau tidak mau saya harus memilih salah 1. Akhirnya, saya putuskan memilih PMR, yang ujung-ujungnya saya tinggalkan setelah bergabung selama beberapa bulan karena tidak sesuai dengan minat saya. (ingat cerita dokter kecil sebelumnya? hehe)
Setelah pindah dari PMR, kemudian ada penerimaan peserta baru Paduan Suara. Nah, rupanya di sekolah saya ada ekstrakurikuler lain selain 3 ekskul yang saya sebut sebelumnya -_- Akhirnya, saya mendaftar Paduan Suara dan menjadi anggota sampai saya lulus. :)
Kemudian, setelah lulus SMA, cerita berlanjut ke masa kuliah saya. Saya berkuliah di Universitas Gunadarma.
Di masa perkuliahan ini, ada beberapa penyesalan yang saya alami, namun hal tersebut (agak) memacu saya untuk menjadi lebih baik.
Tingkat 1, saya habiskan hanya untuk fokus belajar dan bersenang-senang dengan teman saya. (Ini tingkatan yang saya sesali, seharusnya saya ikut volunteer atau apa gitu.)
Tingkat 2, saya mulai mengamati, tiru, modifikasi perilaku dan hal-hal positif yang dilakukan teman-teman saya. Saya yang tidak suka berorganisasi mulai mencoba ikut volunteer. Iya, volunteer saja, karena volunteer saja saya tidak terlalu tertarik.
Tingkat 3, saya mulai menjadi staff monitoring barcode di kampus. Kerjanya menginput absensi. :)
Yah, begitulah kira-kira kisah hidup saya yang terkait kreatifitas dan keberbakatan. Semoga ada hikmah yang bisa diambil dari kisah hidup saya. Semoga kalian yang lebih muda dari saya dan tidak sengaja mampir ke postingan ini, tidak menyia-nyiakan masa muda kalian seperti saya ya. :)