Badut. Badut yang akan kubahas kali ini bukanlah badut sungguhan, melainkan badut sebagai kiasan.
Aku mengenal seorang "badut" di antara berbagai "badut" yang ada di dunia. Mengapa kusebut ia "badut"? Karena ia terlihat santai, konyol dan menghibur.
Ketika badut sedang bahagia, ia akan menularkan canda-tawa kepada orang di sekitarnya. Ia akan membagikan kebahagiaannya kepada orang lain.
Ketika sedang marah atau kesal, ada kemungkinan badut akan menyampaikan kemarahan atau kekesalannya dengan cara yang jenaka. Ia bisa saja mengeluarkan majas-majas ironi, yang lucu tapi menyindir.
Ketika sedang bersedih, badut bisa saja tetap terlihat bahagia. Malah ia akan menghibur lebih banyak. Karena ia adalah badut yang sedang bersedih. Ia tak mau orang lain turut merasakan kesedihan. Ia mengalihkan kesedihannya untuk menghibur.
Itulah tugasnya, menghibur.
Namun, tahukah kamu? "Badut" yang seringkali terlihat santai dan menghibur sebenarnya tak sesantai itu.
Dibalik topeng keceriaan dan canda-tawanya, badut bisa saja menyimpan berbagai pemikiran yang serius. Hanya saja ia tak bisa membagikannya, karena tak tahu siapa yang bisa ia ajak berbagi.
Kalaulah berbagi, ujung-ujungnya ia sering menelan kekecewaan. Karena pada akhirnya, hanya ia lah yang memahami semuanya. Ada banyak telinga di dunia, namun pemikiran hanya datang dari satu otak, otaknya.
Kini "badut" sedang jatuh cinta. Bagaimana "badut" ketika jatuh cinta? Apakah ia makin membahagiakan orang lain?
Jatuh cinta tak pernah peduli pada siapa yang merasakannya. Ia bisa datang dengan tiba-tiba, pergi pun bisa tiba-tiba. Ia tak peduli pada dampak dari kehadiran dan kepergiannya.
Jadi, mau "badut" sekalipun, ada kemungkinan bisa merasakan kesedihan, kekecewaan dan sakitnya cinta.
Ya, badut tersakiti. Kisah cinta badut nyatanya tak seceria kehidupannya selama ini. Padahal kisah cinta biasanya menyenangkan, namun badut malah tak merasakannya.
Selama ini, badut menelan kesedihan dan kekecewaan diam-diam atas berbagai pengalamannya. Bahkan ia berubah menjadi "badut" karena alasan itu. Ia tak ingin orang lain merasakan apa yang ia rasakan. Ia ingin orang lain terhibur karena kehadirannya, bukan sedih dan tersakiti.
Hingga sekarang, saat ini, badut sedang merasa bahwa ia serius jatuh cinta. Sayangnya, lagi-lagi ia harus kecewa.
Kecewa karena cintanya tak diinginkan oleh seseorang yang sebenarnya sempat merasakan hal yang sama padanya.
Kecewa karena orang lain tak ada yang memahami betapa seriusnya cinta dan sakit yang ia rasakan. Karena ia adalah badut.
Ia memang memasang topeng santai selama ini, seolah-olah tak ada beban. Cinta memang terlihat seperti hanya untuk bermain dan bersenang-senang jika dirasakan oleh seorang badut. Karena ia ceria.
Namun, tak adakah yang bisa memahami bahwa cinta seorang badut sekalipun bisa mendalam dan tulus?
Kemudian, badut harus kecewa pula karena masalahnya dianggap sepele. Karena jatuh cinta dan patah hati memang perkara biasa, hampir semua manusia merasakannya.
Kecewa karena tak ada yang mendukungnya untuk membuktikan cintanya.
Kecewa karena semua orang menyuruhnya untuk menyerah.
Dan kecewa karena ia sendiri sangat menyadari bahwa ia tak pantas mempertahankan orang itu, namun di hatinya tetap ada setitik harapan yang tak bisa dihapuskan, dan tak jelas kapan bisa membesar atau menghilang.
Badut ingin sekali ada yang bisa memahaminya, tidak meremehkan masalahnya meski memang sepele, dan menemaninya agar bisa menyerah. Bukan hanya menyuruhnya untuk menyerah.
Jika bisa, badut ingin dipeluk. Dan berharap orang yang memeluknya akan berkata:
"Kelak kamu akan baik-baik saja, saat ini memang berat. Tapi aku akan menemanimu melalui semuanya, hingga kamu baik-baik saja."
Namun karena tak ada orang yang bisa melakukan itu di sekelilingnya, pada akhirnya badut hanya memendam keinginannya itu sendirian.
***
Untukmu wahai "Badut", aku ingin memelukmu, namun tak bisa. Tapi ingatlah, dunia kecilmu menantimu untuk kembali menghibur dan menyinarinya dengan canda-tawa. :")