Puisi
Tak pernah kubermimpi
Akan memilih diksi
Merangkai
Dan membuatnya menjadi
Sebab tak kuduga sebelum ini
Bahwa aku mampu berpuisi
Jujur, saya tak begitu paham puisi dari dulu. Entah karena saya idealis, atau karena alasan lainnya. Sejak dulu, saya selalu berpikir bahwa puisi adalah untaian kata yang (seharusnya) bisa menyentuh perasaan. Dan dinikmati dengan cara menghayatinya, hingga hati terasa penuh bahkan sesak, karena terbawa perasaan.
Dan pertanyaan saya dulu: "Bagaimana saya bisa menikmati puisi jika terlalu banyak kiasan yang tak saya pahami? Jika saya tak paham, bagaimana saya akan bisa merasa?"
Itu dulu. Dan sejak dulu, saya memang "menghindari" puisi. Jika dalam suatu majalah, koran, tabloid dan semacamnya terdapat kolom puisi, saya hampir tidak pernah membacanya. Menurut saya, lebih mudah memahami cerpen, cerbung, cermis, cermin, novel ataupun artikel, daripada puisi.
Lucunya adalah, suatu hari, saya iseng mengikuti lomba menulis puisi dari sebuah penerbit indie. Hanya berbekal kemampuan merangkai kata saya yang seadanya, dan pemahaman mengenai puisi yang hampir 0. Dan baru pertama kalinya saya mengikuti lomba puisi, Alhamdulillah karya saya terpilih menjadi kontributor. Sungguh tak kusangka.
Ada 2 lomba puisi lagi yang saya ikuti dari penerbit indie yang lain. Dan lagi-lagi, saya terpilih menjadi kontributor.
Karena ketiga lomba tersebut, saya jadi mulai mempertanyakan kemampuan dan pemahaman saya mengenai puisi. Atau mungkin, hanya mindset saya saja yang salah?
Mungkin pemikiran saya bahwa cara menikmati puisi adalah dengan dihayati harus diubah agar lebih fleksibel. Saya tak boleh terlalu idealis. Karena ternyata, ada teman saya yang kurang mengandalkan perasaan, lebih mengandalkan logika, namun bisa pula menikmati puisi. Karena baginya, puisi adalah teka-teki yang seru untuk dipecahkan. Menurutnya, memilih tema, menetapkan makna, membuat alur (?), menuangkan dalam kata, memilih kata untuk dirangkai hingga menjadi sebuah puisi mirip dengan permainan strategi. Dan mempelajari, atau dalam bahasaku menebak-nebak kenapa seseorang menulis seperti itu, apa maknanya, rasanya seperti menebak teka-teki.
Jika teman saya saja bisa menikmati dengan "cara lain", kenapa saya tidak? :D
Dan pada akhirnya menurut saya, proses membuat puisi (jika karya saya bisa disebut puisi) atau memahami puisi, semua itu, seperti permainan yang menyenangkan. Mungkin saya belum bisa menghayati puisi, namun seru rasanya merangkai kata-kata. Dan menebak motif seseorang menulis, atau mencari pesan moral dari tiap puisi, rasanya juga menyenangkan.
Saya tak tahu ke depannya saya akan bagaimana. Tetapi rasanya, saya akan belajar menyukai puisi. Dan jika mungkin mencintainya. Sama seperti saya belajar mencintai dunia kepenulisan. :)