Kamis, 25 April 2019

Aku Jelek? Sebuah Tipuan Bullying.

Sejak kecil, saya termasuk orang yang sering dibully karena penampilan. Terutama ketika SMP. Sering saya dengar saya dibilang jelek, atau saya diejek karena penampilan. Dulu saya juga sering difoto diam-diam, dalam kondisi tidak siap, kemudian foto-foto saya dikoleksi oleh oknum-oknum jahat.

Memang sih, saya ini gendut, tinggi besar. Muka saya juga biasa saja, dulu malah sangat kusam dan berjerawat. Ditambah saya berkacamata. Sudah begitu saya termasuk pendiam. Jadi, sangat pas lah dijadikan bahan olok-olok.

Karena terbully itu, saya sampai memiliki mindset bahwa saya adalah perempuan paling jelek di dunia. Ya, perempuan paling jelek. Dulu, saya bisa melihat sisi bagus dari semua orang, bahkan orang yang dikatai jelek oleh orang lain. Tapi, saya tidak bisa melihat sisi bagus dari saya samasekali. Pokoknya, sejelek-jeleknya orang, saya masih lebih jelek dibanding dia.

Namun, meski merasa jelek, saya juga sadar bahwa kehidupan terus berjalan. Dan hidup tak melulu soal tampang. Jadi, mau tidak mau, saya harus melanjutkan kehidupan saya. Saya pun mencari cara agar bisa melanjutkan kehidupan dengan baik tanpa melulu meratapi kejelekan saya. Lebih baik, saya menerima kejelekan saya dan fokus ke hal lain.

Tetapi, fokus ke hal lain tidak membuat saya lupa 100% pada penampilan. Saya memang jelek, namun masih punya standar. Standar saya adalah bersih dan rapi. Menurut saya, kecantikan atau ketampanan bisa saja adalah keberuntungan, tidak semua orang memilikinya. Namun, tampil rapi dan bersih, siapa saja bisa mengusahakannya, bukan hanya orang yang cakep saja. Jadi, itulah yang menjadi standar saya. Karena saya tidak mau terlalu "mengganggu" bagi orang lain.

Saya pun berusaha merawat diri, namun tidak berlebihan. Selain itu, saya juga berusaha melakukan hal-hal positif yang bisa jadi meningkatkan inner beauty. Misalnya banyak tersenyum. Berperilaku baik, sopan. Belajar berkomunikasi yang baik, berpikir bijak, dan sebagainya. Karena menurut saya, kecantikan sejati adalah keseimbangan. Keseimbangan dari outer beauty dan inner beauty. Jadi, saya harus berusaha menyeimbangkan keduanya.

Walau saya melakukan itu, tapi saya tetap hidup dalam mindset "saya adalah perempuan paling jelek sedunia". Hingga suatu hari, saya menyadari bahwa banyak, bahkan banyak sekali orang yang berwajah biasa-biasa saja (walaupun tetap masih lebih jelek saya sih) namun hidupnya baik-baik saja. Mereka bisa percaya diri, gembira dan menikmati hidup dengan jadi diri sendiri. Bahkan terkadang lebih bahagia daripada yang cakep. Ternyata bukan hanya saya saja yang tidak rupawan. Jadi, setelah merenung, saya berpikir: "Mereka aja bisa bahagia walaupun nggak cakep, kenapa saya nggak?"

Lalu mindset saya pun berubah:

"Mungkin, saya adalah perempuan paling jelek sedunia. Namun, hidup tak melulu soal tampang. Dan nggak masalah jadi jelek, yang penting jangan menambah daftar kejelekan lagi. Saya (harus) bisa bahagia walaupun jelek. Dan merawat yang bisa dirawat, mempertahankan yang bisa dipertahankan."

Begitulah, sejak itu saya merasa semakin positif. Tetapi, namanya juga hidup, tetap saja ada masa-masa buruk bagi saya berkaitan masalah penampilan. Hingga suatu hari, karena suatu masalah, saya jadi mempertanyakan kembali penampilan saya.

Saya memang tahu bahwa saya jelek, tapi sejelek itu kah sampai saya harus direndahkan oleh orang yang bahkan juga sama aja kayak saya, nggak cakep? Ya dia nggak jelek sih, tapi nggak cakep juga! Saya sungguh bertanya-tanya, hingga saya memutuskan bertanya pada teman-teman yang bisa saya percaya bahwa mereka akan berkata jujur.

"Apakah saya jelek, kurang cakep, atau biasa saja?"

Di luar dugaan, mereka semua bilang saya biasa saja, tidak jelek. Bahkan, beberapa orang juga menambahkan komentar yang menunjukkan kelebihan saya yang saya sendiri tidak sadari. Saya merasa senang seketika. :D

Lalu, saya sempat bertanya juga ke teman SMP saya. Dan mereka bilang bahwa saya biasa saja. Ketika saya tanya: "Kalo dulu waktu SMP gimana? Kan gue sering dikatain jelek. Kalo dulu gue jelek banget ya?"

Diluar dugaan lagi, mereka bilang saya sama saja. Nggak terlalu banyak berubah. Dari dulu, saya nggak jelek.

Dari dulu, saya nggak jelek.

DARI DULU, saya nggak jelek!!

Seketika pikiran saya terlempar ke masa SMP, ke masa-masa saya terbully. Ke masa-masa ketika saya dengar omongan orang di belakang yang berbisik-bisik bilang "jelek banget sih dia". Ke masa-masa saya pernah dikatai langsung "jelek banget sih lu". Ke masa-masa saya harus sangat waspada pada kamera handphone, dan harus sering menutup muka agar foto "aib" saya tidak dikoleksi. Ke masa-masa ketika berjalan melewati kerumunan cowok-cowok, saya harus menyiapkan hati mendengar kata-kata macam: gajah, gendut, gembrot, gempa, dsb atau minimal lirikan menghina. Ke masa-masa saya dikerjai oleh cowok yang pura-pura menyatakan cinta ke saya, padahal cuma demi taruhan -_-

Setau saya, semua itu terjadi karena saya jelek. Hingga saya merasa jadi perempuan paling jelek di dunia.

Ternyata, SAYA NGGAK SEJELEK ITU! Ternyata, selama ini saya DITIPU!

Ok, itu poin yang mau saya bahas.

Akhirnya, saya sadar BAHWA bukan saya jelek, tapi memang mereka sengaja membuat saya berpikir jika saya ini jelek, bahkan sangat jelek. Sehingga saya pantas mendapatkan perlakuan macam itu.

Jadi inti yang mau saya sampaikan, yang namanya pembully pasti akan merendahkan orang yang jadi sasarannya. Dan jika anda yang membaca ini berada di posisi korban, saya ingin mengatakan bahwa kamu jangan terlalu percaya dengan kata-kata tukang bully tersebut, bisa saja dia bohong, menipumu, menghalalkan segala cara untuk merendahkanmu hingga kamu berlutut di kakinya. JANGAN MAU DITIPU! Stay strong, yakin pada dirimu.

Dan pada akhirnya kamu harus yakin, bahwa seburuk apapun kamu, kamu nggak pantas direndahkan oleh orang lain. Hanya Sang Pencipta yang bisa merendahkan ciptaan-Nya. Sejelek apapun kamu, nggak seharusnya orang lain menghinamu.

Oke, segitu saja dari saya. Semoga ada manfaatnya. Ingat, jangan mau ditipu oleh tukang bully!

Kecantikan

Menurutku, kata lain dari "kecantikan yang sempurna" adalah "keseimbangan".

Keseimbangan proporsi dan bentuk wajah, keseimbangan bentuk tubuh. Keseimbangan antara kecantikan alami dan usaha merawat diri. Keseimbangan antara kecantikan luar dan dalam. Keseimbangan antara penampilan dengan perilaku.

Dan kalau dibilang cantik itu relatif, saya setuju. Setidaknya kalau menurut orang lain saya tidak cantik, saya bisa jadi cantik menurut diri sendiri. Dan itu lebih memuaskan sih hahaha. Ndengerin dan ngikutin kata orang terus itu melelahkan gak sih? Hahaha. XD

Rabu, 24 April 2019

Sambat di Blog?

Di satu sisi, merasa aneh dengan diri sendiri, bisa-bisanya diriku ini ngebucin (read: menjadi budak cinta) di blog, yang bisa dibaca oleh umum.

Tapi di sisi lain, merasa aman karena: "Ah, emang gue siapa? Emang sambatan gue ada yang bakal baca?" Hahaha

Kalau pun ada yang baca, kan identitas dirahasiakan XD jadi yaaaa... gapapalah yaa hahaha

Saya meniru-niru orang lain sih, yang sering curhat di blognya. Karena menurut saya, terlihat sangat menyenangkan. Mungkin yang mereka rasakan sama seperti ketika saya menuliskan ini :)

Bisa Hidup Tanpamu

Aku tak bisa hidup tanpamu.

Kata-kata yang sering dianggap bullshit.

Aku bisa hidup tanpamu, itu baru benar.

Ya, tentu saja aku bisa hidup tanpamu. Aku punya Tuhan yang menghidupkan aku, dan akan mematikanku ketika sudah habis masa.

Aku bisa hidup, hanya sekedar hidup kan?

Hidup itu mudah saja, jantungmu berdenyut, engkau bernapas, dan bagian tubuh lainnya pun berfungsi. Itu sudah termasuk hidup.

Namun menjalani kehidupan, itu yang tak mudah.

Dan menjalani kehidupan tanpamu, itu bisa saja. Tentu saja bisa, selama masih hidup.

Masalahnya adalah, kehidupan yang seperti apa?

Dan hingga kini aku masih bertanya-tanya, bagaimana rasanya menjalani kehidupan jika posisimu tergantikan oleh orang lain? Untuk membayangkannya, aku belum sanggup.

Entah harus kutunggu realitanya saja, atau harus kumulai untuk membayangkannya?

*masih stuck di satu titik, semoga bisa bergerak ke arah yg lebih baik

Senin, 15 April 2019

Pernah Cemburu

Pernah Cemburu
Oleh: Alfrida Ramadhani

Pernah diriku
Cemburu pada masanya
Cemburu pada kenyataan
Bahwa hidup mereka lebih baik dariku
Mereka diperhatikan sekelilingnya
Dipenuhi cinta dan kasih sayang
Sedang diriku diabaikan
Dan terpojok dalam sudut kelam kehidupan
Namun asa itu muncul
Suatu hari tanpa sengaja
Ketika kutemukan dirimu
Dan kawananmu
Mengulurkan tanganmu
Dan mengajakku menari bersama
Di kehidupan yang fana ini
Sejak itu
Seperti kalian, kuulurkan tanganku pada sesiapa
Yang terlihat bagai diriku yang lama
Hingga kecemburuan itu tinggal kenangan Bagi kita semua

Depok, 9 April 2019
Ini adalah puisi yang pernah saya ikutsertakan dalam suatu lomba, namun tidak terpilih untuk dimuat 🤣

Kamu dari Masa Depan

Kurela
Melepaskan dia yang sekarang
Dari hatiku
Demi kamu dari masa depan
Asalkan kamu
Benar-benar tepat untukku
Asalkan benar-benar kamu yang kucari

Kuingin kamu dan aku
Dinaungi nasib yang sama
Sama-sama "berbeda"
Agar senasib sepenanggungan
Dan kita saling mencari, untuk menemukan
Kemudian memutuskan bersama
Agar kita tak lelah sendirian lagi
Mengarungi dunia, yang seolah berlawanan arah
Selalu berlawanan arah dengan kita

Saat ini, di masa ini, aku sendirian
Dan tak tahu bagaimana kabarmu
Apakah sepertiku, yang masih sering bertanya
Mengapa aku merasa banyak perbedaan?
Yang masih sering lelah, karena merasa aneh
Atau dibilang aneh

Kamu, mungkin kita belum bertemu
Dan aku belum tahu siapa dirimu
Namun kuharap, kamu baik-baik saja
Dan di masa depan nanti, kita bertemu
Dalam keadaan yang indah
Kemudian berdua, mengarungi dunia ini
Dalam keanehan, berjuang melawan arus

Aku benci kehujanan
Basah karena tetesan hujan membuatku kesal
Namun jika kelak bertemu kamu, ingin kuajak kau menari
Menari bersamaku di tengah hujan
Merayakan pertemuan kita
Setelah sekian lama saling mencari
Dan merayakan pertemuanku
Dengan teman senasib sepenanggungan
Sesama manusia aneh :)

15 April 2019
Terinspirasi dari kenangan lamaku, dan keinginan terpendamku selama ini

Minggu, 14 April 2019

Cinta Tak Berpengharapan

Cinta Tak Berpengharapan
Oleh: Alfrida Ramadhani

Sedih
Mencintaimu dalam diam, menyedihkan.
Masih ditambah pula kenyataan, bukan rasaku yang salah.
Namun keadaanmu, yang sengaja menutup pintu.
Bahkan meski bisa menghambur padaku.
Kau memilih mundur dan menjauh.
Untuk menghilangkan rasamu.
Dan entah kini bagaimana isi hatimu.
Sedih.
Tiap kali rindu menghunjam, tiap itu aku harus membunuhnya.
Tiap angan itu mengembara, tiap itu juga aku harus mengejar untuk mengekangnya kembali.
Tiap kali hati ini menyebut namamu, tiap itu pula aku teringat bahwa cinta ini tak berpengharapan.
Semoga Tuhan membalik hatimu, agar mengubah pendirianmu.
Atau membalik hatiku, agar bisa merelakanmu dan mencari yang lain.

*dari jiwa-jiwa yang lelah karena tak dicintai #modebucin

Kamis, 11 April 2019

Setelah Kulihat Langit Malam Ini

Penghias Langit
Oleh: Alfrida Ramadhani

Banyak orang memiliki mentari
Di langitnya yang kelam
Menerangi, agar tidak gelap lagi
Atau setidaknya
Orang punya sebuah bintang
Yang berkerlip indah pada kelam langitnya
Lalu kulihat langitku
Hanya gelap sejauh mata memandang
Jangankan sebuah mentari, bintang pun tiada
Aku pun mulai bertanya
Haruskah kubuat lagi bintang buatan?
Seperti yang pernah kubuat bersamanya
Hanya untuk menghias langitku kembali
Agar bisa seperti dulu lagi

Depok, 12 April 2019

Keranjingan

Entah mengapa
Dan karena siapa
Mungkin karena diriku sendiri
Yang menantang diriku

Mari bermain kata
Dan taklukkan temanya
Mari bersenang-senang
Barangkali akan menang

Jikalau tidak menang
Tak ada hati yang terluka
Karena ini bukanlah kompetisi
Bagiku hanyalah cara

Caraku bersenang-senang
Caraku bercerita
Caraku tertawa
Maupun menangis

Aku keranjingan
Bermain kata
Mengetikkan apa-apa
Yang terlintas dalam pikiran