Sejak kecil, saya termasuk orang yang sering dibully karena penampilan. Terutama ketika SMP. Sering saya dengar saya dibilang jelek, atau saya diejek karena penampilan. Dulu saya juga sering difoto diam-diam, dalam kondisi tidak siap, kemudian foto-foto saya dikoleksi oleh oknum-oknum jahat.
Memang sih, saya ini gendut, tinggi besar. Muka saya juga biasa saja, dulu malah sangat kusam dan berjerawat. Ditambah saya berkacamata. Sudah begitu saya termasuk pendiam. Jadi, sangat pas lah dijadikan bahan olok-olok.
Karena terbully itu, saya sampai memiliki mindset bahwa saya adalah perempuan paling jelek di dunia. Ya, perempuan paling jelek. Dulu, saya bisa melihat sisi bagus dari semua orang, bahkan orang yang dikatai jelek oleh orang lain. Tapi, saya tidak bisa melihat sisi bagus dari saya samasekali. Pokoknya, sejelek-jeleknya orang, saya masih lebih jelek dibanding dia.
Namun, meski merasa jelek, saya juga sadar bahwa kehidupan terus berjalan. Dan hidup tak melulu soal tampang. Jadi, mau tidak mau, saya harus melanjutkan kehidupan saya. Saya pun mencari cara agar bisa melanjutkan kehidupan dengan baik tanpa melulu meratapi kejelekan saya. Lebih baik, saya menerima kejelekan saya dan fokus ke hal lain.
Tetapi, fokus ke hal lain tidak membuat saya lupa 100% pada penampilan. Saya memang jelek, namun masih punya standar. Standar saya adalah bersih dan rapi. Menurut saya, kecantikan atau ketampanan bisa saja adalah keberuntungan, tidak semua orang memilikinya. Namun, tampil rapi dan bersih, siapa saja bisa mengusahakannya, bukan hanya orang yang cakep saja. Jadi, itulah yang menjadi standar saya. Karena saya tidak mau terlalu "mengganggu" bagi orang lain.
Saya pun berusaha merawat diri, namun tidak berlebihan. Selain itu, saya juga berusaha melakukan hal-hal positif yang bisa jadi meningkatkan inner beauty. Misalnya banyak tersenyum. Berperilaku baik, sopan. Belajar berkomunikasi yang baik, berpikir bijak, dan sebagainya. Karena menurut saya, kecantikan sejati adalah keseimbangan. Keseimbangan dari outer beauty dan inner beauty. Jadi, saya harus berusaha menyeimbangkan keduanya.
Walau saya melakukan itu, tapi saya tetap hidup dalam mindset "saya adalah perempuan paling jelek sedunia". Hingga suatu hari, saya menyadari bahwa banyak, bahkan banyak sekali orang yang berwajah biasa-biasa saja (walaupun tetap masih lebih jelek saya sih) namun hidupnya baik-baik saja. Mereka bisa percaya diri, gembira dan menikmati hidup dengan jadi diri sendiri. Bahkan terkadang lebih bahagia daripada yang cakep. Ternyata bukan hanya saya saja yang tidak rupawan. Jadi, setelah merenung, saya berpikir: "Mereka aja bisa bahagia walaupun nggak cakep, kenapa saya nggak?"
Lalu mindset saya pun berubah:
"Mungkin, saya adalah perempuan paling jelek sedunia. Namun, hidup tak melulu soal tampang. Dan nggak masalah jadi jelek, yang penting jangan menambah daftar kejelekan lagi. Saya (harus) bisa bahagia walaupun jelek. Dan merawat yang bisa dirawat, mempertahankan yang bisa dipertahankan."
Begitulah, sejak itu saya merasa semakin positif. Tetapi, namanya juga hidup, tetap saja ada masa-masa buruk bagi saya berkaitan masalah penampilan. Hingga suatu hari, karena suatu masalah, saya jadi mempertanyakan kembali penampilan saya.
Saya memang tahu bahwa saya jelek, tapi sejelek itu kah sampai saya harus direndahkan oleh orang yang bahkan juga sama aja kayak saya, nggak cakep? Ya dia nggak jelek sih, tapi nggak cakep juga! Saya sungguh bertanya-tanya, hingga saya memutuskan bertanya pada teman-teman yang bisa saya percaya bahwa mereka akan berkata jujur.
"Apakah saya jelek, kurang cakep, atau biasa saja?"
Di luar dugaan, mereka semua bilang saya biasa saja, tidak jelek. Bahkan, beberapa orang juga menambahkan komentar yang menunjukkan kelebihan saya yang saya sendiri tidak sadari. Saya merasa senang seketika. :D
Lalu, saya sempat bertanya juga ke teman SMP saya. Dan mereka bilang bahwa saya biasa saja. Ketika saya tanya: "Kalo dulu waktu SMP gimana? Kan gue sering dikatain jelek. Kalo dulu gue jelek banget ya?"
Diluar dugaan lagi, mereka bilang saya sama saja. Nggak terlalu banyak berubah. Dari dulu, saya nggak jelek.
Dari dulu, saya nggak jelek.
DARI DULU, saya nggak jelek!!
Seketika pikiran saya terlempar ke masa SMP, ke masa-masa saya terbully. Ke masa-masa ketika saya dengar omongan orang di belakang yang berbisik-bisik bilang "jelek banget sih dia". Ke masa-masa saya pernah dikatai langsung "jelek banget sih lu". Ke masa-masa saya harus sangat waspada pada kamera handphone, dan harus sering menutup muka agar foto "aib" saya tidak dikoleksi. Ke masa-masa ketika berjalan melewati kerumunan cowok-cowok, saya harus menyiapkan hati mendengar kata-kata macam: gajah, gendut, gembrot, gempa, dsb atau minimal lirikan menghina. Ke masa-masa saya dikerjai oleh cowok yang pura-pura menyatakan cinta ke saya, padahal cuma demi taruhan -_-
Setau saya, semua itu terjadi karena saya jelek. Hingga saya merasa jadi perempuan paling jelek di dunia.
Ternyata, SAYA NGGAK SEJELEK ITU! Ternyata, selama ini saya DITIPU!
Ok, itu poin yang mau saya bahas.
Akhirnya, saya sadar BAHWA bukan saya jelek, tapi memang mereka sengaja membuat saya berpikir jika saya ini jelek, bahkan sangat jelek. Sehingga saya pantas mendapatkan perlakuan macam itu.
Jadi inti yang mau saya sampaikan, yang namanya pembully pasti akan merendahkan orang yang jadi sasarannya. Dan jika anda yang membaca ini berada di posisi korban, saya ingin mengatakan bahwa kamu jangan terlalu percaya dengan kata-kata tukang bully tersebut, bisa saja dia bohong, menipumu, menghalalkan segala cara untuk merendahkanmu hingga kamu berlutut di kakinya. JANGAN MAU DITIPU! Stay strong, yakin pada dirimu.
Dan pada akhirnya kamu harus yakin, bahwa seburuk apapun kamu, kamu nggak pantas direndahkan oleh orang lain. Hanya Sang Pencipta yang bisa merendahkan ciptaan-Nya. Sejelek apapun kamu, nggak seharusnya orang lain menghinamu.
Oke, segitu saja dari saya. Semoga ada manfaatnya. Ingat, jangan mau ditipu oleh tukang bully!