Minggu, 25 Desember 2022
Midnight Poem : Cinta Mati
Kamis, 03 November 2022
Pernahkah kamu jatuh cinta kepada seseorang namun yakin tidak akan dapat memilikinya?
Senin, 24 Oktober 2022
Midnight Poem part 5 (2)
Senin, 26 September 2022
Kehilangan Teman
Senin, 08 Agustus 2022
Midnight Poem part 5 (1) : The Real Midnight Poem part 5, My Star ☆
Sabtu, 06 Agustus 2022
Midnight Poem Another Side: Yang Saling Menunggu 'tuk Berjumpa?
Sabtu, 02 April 2022
Apa Esensi Agama
Hmm… sebagai orang yang menitikberatkan subjektivitas pada ranah ketuhanan, agama dan keimanan, mungkin saya akan jawab dengan jawaban yang harusnya sih ini cukup "bebas dan terbuka" untuk semua orang. Maksudnya bisa dimaknai secara personal, karena ya itu tadi, saya senang dengan penekanan yang subjektif.
Tapi karena ini subjektif, maka bisa dianggap juga ini dari sudut pandang pribadi saya. Nah, dari sini saja terserah, mau menyudahi baca atau mau lanjut. :)
Kalau lanjut, saya akan mencoba membawa kalian ke "alur pikiran saya", yang mana misalkan setelah membaca ini tidak setuju, menolak, menganggap tidak logis sehingga tidak bisa diterima dan sebagainya, terserah. Karena ini pandangan pribadi saya, bebas orang lain untuk setuju atau tidak.
Jadi, saya sendiri mencoba menyimpulkan secara cukup umum soal esensi agama. Dan kesimpulan saya:
Jalan dan sarana untuk mendekatkan diri kepada yang dianggap Tuhan.
Dimana bahkan… dari soal Tuhan ini saja, dipersilakan lho bagi Anda untuk percaya Tuhan atau tidak. Kan subjektif, jadi mau percaya Tuhan atau tidak, itu urusan masing-masing.
Kebetulan saya golongan yang percaya keberadaan Tuhan. Dan saya akan mulai penjabaran soal agama dari kepercayaan terhadap Tuhan dulu. Karena agama menurut saya adalah "sarana untuk mendekatkan diri pada yang dianggap Tuhan", maka otomatis harus yakin dulu pada Tuhan kan?
Saya pikir sebagian orang yang beragama dengan kesadaran dirinya sendiri itu berpikiran sama, percaya Tuhan. Kecuali orang yang beragama dengan kesadaran sendiri, TAPI NIATNYAAAA… hanya menjadikan agama sebagai sarana untuk kepentingan-kepentingan duniawi dengan cara memakai kedok beragama. Esensi beragama bagi orang macam ini mungkin: karena dengan beragama begini bisa membawa banyak keuntungan bagi saya, ya dapat citra baik di mata masyarakat, ya bisa dapat harta, tahta, wanita (wkwkwk), dan keuntungan-keuntungan lain + menghindari berbagai kerugian, yaudah, saya beragama saja.
Mungkin hampir tak ada pikiran soal Tuhan dalam kehidupan orang macam begini, mungkin hanya tahu nama Tuhan saja tanpa berusaha mencari tahu tentang Tuhannya, Tuhan hanyalah sebuah nama. Bahkan mungkin "Mau Tuhan beneran ada atau nggak, yang penting semua keuntungan ini jadi milikku/milik kami."
Lagi-lagi… hanya mengejar keuntungan pribadi.
Omong-omong, menurut saya dan sebagian orang yang pikirannya seperti saya, Tuhan pun ada banyak.
Eh, Tuhan ada banyak? Bukannya Tuhan cuma satu, agama yang ada banyak?
Kalau menurut saya sih, Tuhan itu ada banyak, setidaknya nama-nama Tuhan itu jamak alias lebih dari satu.
Hmm… belum lagi ada perumpamaan "menuhankan" kan? Misal menuhankan uang, menuhankan jabatan/kedudukan, menuhankan tokoh, dsb.
Jadi, menurut saya nama-nama Tuhan memang ada banyak. Tapi kalau tidak setuju dengan pandangan saya, tak masalah. Balik ke awal: ini bersifat subjektif karena hanya pandangan pribadi saya.
Dan, kalau sudah mulai merasa muak membaca tulisan ini, silakan berhenti kapan saja.
Bagi saya, nama-nama Tuhan ini ibaratnya seperti tujuan/alamat yang dituju dari suatu perjalanan. Seperti misal, kita mau pergi ke Tuhan A, berarti kita harus mencari jalan dan cara serta sarana untuk menuju ke Tuhan A kan?
Nah, disini agama berfungsi. Misal untuk menuju ke Tuhan A, butuh melakukan ritual V dan menggunakan sarana XYZ. Misalnya.
Kalau sudah melakukan ritual V dengan sarana XYZ, diharapkan akan tercipta "hubungan" dengan Tuhan.
Omong-omong, saya tipe yang percaya Tuhan beda alam, beda posisi dan dimensi dengan kita, makanya untuk menjalin hubungan dengan Tuhan harus dengan cara tertentu, tak bisa dengan cara yang hanya kasat mata, seperti ketika berelasi dari makhluk di dunia ini. Makanya ada ritual-ritual, tujuannya itu, menjalin hubungan dengan Tuhan yang berada di alam lain.
Eh ya, tapi ada juga sih agama yang dibuat manusia, mungkin tujuan ritual dalam agama tersebut berbeda dengan agama yang katanya dari Tuhan. Mungkin lebih ke arah mencari ketenangan, ketentraman, kedamaian jiwa secara pribadi ya.
Dan… karena ini dimaksudkan jadi jawaban yang "terbuka dan luas" sehingga bisa dimaknai secara subjektif, jadi lupakan pertanyaan soal "Tuhan dan agama mana yang benar". Intinya bukan disitu, kalau soal ini… cari, yakini dan imani sendiri mana yang menurut masing-masing adalah kebenaran.
Oiya, dan… sebelum meyakini apalagi sampai taraf mengimani suatu agama, menurut saya seseorang harus percaya pada keberadaan Tuhan dulu, dan dia tahu Tuhan mana yang dia anggap Tuhan, yang dia putuskan untuk sembah (kalau percaya Tuhan juga harus disembah ya, karena kan ada juga golongan yang cuma percaya Tuhan saja tanpa percaya agama, misalnya agnostik dengan segala variannya), dan Tuhan yang dia tuju. Dari situ baru orang tersebut bisa meyakini sampai taraf beriman pada Tuhan dengan cara menjalankan/mengikuti suatu agama yang diyakini akan membawa pada Tuhan yang dituju suatu hari nanti.
Kalau misal seseorang nggak mau/nggak bisa beriman gimana?
Karena perkara ini memang personal dan subjektif, sebetulnya harusnya nggak terlalu masalah sih. Tapi jadi masalah karena di beberapa agama pasti ada perilaku yang dianjurkan bahkan diwajibkan bagi pemeluk agama tersebut, salah satunya adalah anjuran menyebarluaskan ajaran agama dan berusaha membantu orang lain yang belum masuk ke dalam agama tersebut supaya bisa ikut menjadi pemeluk agama yang sama. Karena ada hal seperti inilah makanya orang banyak yang jadi seolah-olah (atau memang betulan) berebut pengaruh dalam menyebarkan agama + jadi terkesan memaksa orang lain untuk beragama.
Kenapa ada anjuran begitu?
Karena banyak agama yang mengajarkan hal-hal yang dianggap sebagai kebaikan. Dan… bagus kan mengajak orang lain kepada kebaikan? Alasan tulusnya begini.
Kalau alasan bulusnya yaaa… bisa jadi ada udang dibalik batu. Mau mengumpulkan umat demi diam-diam memanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi, misalnya? Mencari ketenaran dan kemahsyuran dari jemaah? Dsb.
Balik ke sebelumnya, ketika seseorang sudah percaya, tahu dan yakin untuk menuju kepada suatu Tuhan, hingga sampai taraf beriman, maka ia akan mewujudkan imannya dengan cara menjalankan/mengikuti suatu agama yang diyakini akan membawa pada Tuhan yang dituju suatu hari nanti. Kemudian, di dalam masing-masing agama sendiri ada banyak konsep, ada pula aturan, anjuran, larangan, hukuman, dsb. Ada hak dan kewajiban pemeluk agama, ada yang berkaitan dengan Tuhan, ada yang kepada manusia lain. Banyaklah isi dari suatu ajaran agama.
Dan isi-isi tersebut yang jikalau diamalkan dengan baik dan benar, diharapkan dapat membawa pemeluk agama makin dekat kepada Tuhan yang diimaninya.
Kenapa sih harus dekat kepada Tuhan?
Tanyakan ini kepada tiap orang beragama, mungkin jawabannya pada akhirnya beda-beda. Soalnya bisa jadi alasan tiap orang bisa sampai tahap percaya (maupun tidak percaya) kepada Tuhan itu ya berbeda. Bagi saya pribadi…
Saya penasaran dengan Tuhan saya, yang saya yakini menciptakan seluruh alam semesta ini. Yang kenapa gitu Beliau yang menjadi Tuhan, dan kenapa saya ini menjadi manusia? Saya penasaran ingin melihat Tuhan yang saya imani, bertemu dengan-Nya. Dan sekaligus juga… kalau dekat dengan Tuhan (Tuhan di agama manapun, termasuk Tuhan saya) kan biasanya dikaitkan dengan ketenangan, ketentraman dan kedamaian jiwa. Nah, setidaknya karena alasan itu, makanya saya merasa harus mendekat kepada Tuhan, dan bukan hanya harus mendekat di dunia ini, tapi dekat pula di after-life. Dan justru tujuan utamanya itu after-life, mendekatkan diri di dunia agar nanti dapat posisi tak jauh pula.
Itu kalau saya ya, tidak tahu kalau alasan orang lain. Dan kalau tidak merasa harus mendekatkan diri pada Tuhan, balik lagi, itu urusan masing-masing.
Bagi saya, beragama dengan baik adalah berproses dengan berusaha menyertakan Tuhan dan ajaran Tuhan pada setiap aspek kehidupan di dunia dalam rangka mendekat pada Tuhan, agar di dunia dan kelak di after-life selalu dekat dengan Tuhan + pada tingkatan iman yang tinggi bisa pula memperoleh ketenangan, ketentraman dan kedamaian jiwa.
Nah, tapi saya tidak tahu kalau beragama menurut orang lain seperti apa. Balik lagi, subjektif. Tapi sepertinya statement saya cukup nyambung dengan pandangan saya soal esensi beragama: jalan dan sarana untuk mendekatkan diri kepada yang dianggap Tuhan.
Dan soal alasan percaya Tuhan, cara mengimani Tuhan, pendekatan yang dipilih, serta level keimanan, pada akhirnya itu urusan personal, dan sepertinya tiap orang yang mau ada baiknya mencoba melakukan perjalanan spiritualnya masing-masing agar bisa memperoleh keyakinan terdalam dari diri sendiri. Entah itu tidak percaya Tuhan, percaya Tuhan, percaya agama, yah apapun hasilnya.
Sekian jawaban saya. Semoga ada manfaatnya, tapi kalau nggak ya… hahaha… Terimakasih sudah membaca tulisan saya. :)
***
4/11/20
(tulisan ini sebelumnya sudah pernah saya posting di akun Quora saya pada tanggal yang tertera)