Minggu, 25 Desember 2022

Midnight Poem : Cinta Mati

Cinta Mati
~adoralic~

Aku cinta mati kepadamu
Mungkin kamu tidak, namun ku tak peduli
Aku hanya cinta, hanya cinta
Tak berharap dibalas maupun ditolak
Tak mau memaksa, tak mau dipaksa
Aku hanya cinta, seperti itu saja
Kalau cinta tidak bisa bersama, biarlah
Yang penting hatiku selamanya bersama

Mungkin kisahku akan seperti kebanyakan orang
Kelak bersatunya dengan siapa, hatinya di mana
Ya biarlah, namanya juga... realita
Yang penting aku tetaplah "aku" meskipun cinta

Aku cinta mati padamu
Tapi aku tetap paling memilih diriku di atas segalanya

*25 Desember 2022
Dari aku yang cinta mati padamu. Aku sudah bodoamat dengan perasaanku, mau sudah move on mau tidak, aku sudah tak peduli. Cinta atau tidak cinta, mungkin takkan ada bedanya. Mungkin tetap takkan ada yang berubah sampai kapanpun, kita tetap tidak bisa bersama. Boro-boro bersama, tiap mau ketemu aja nggak pernah berhasil 🤣🤣🤣 cinta tidak cinta, ya sudah, begitu saja.

Udah eneg sebenarnya, tapi ga benci dia kok, ga akan benci, pernah benci tapi udah ga benci, kan cinta mati :p wkwkwk. Sampe udah sebodoamat itu, bodoamatlah 🤣🤣 cinta sama dia atau ga cinta gaada bedanya samasekali soalnya 😆😆 mau cinta ampe nanti gw mati juga bisa jadi bener2 ga bakalan ada apa2an lagi di antara kami selamanya 🤣🤣

I LOVE YOU ♡♡♡♡♡

Kamis, 03 November 2022

Pernahkah kamu jatuh cinta kepada seseorang namun yakin tidak akan dapat memilikinya?

Pernah, beberapa waktu yang lampau.
Ketika saya masih bisa dibilang cukup muda, tetapi sudah cukup tua juga di mata dia, saya pernah menyukai dia, rasa suka yang lumayan dalam.
Dia adalah murid saya sendiri, ketika suatu hari saya menjadi tutor sementara bagi dia dan kawan-kawannya. Dia adalah anak di bawah umur, betulan di bawah umur. Secara usia, dia pantas menjadi anak saya sendiri jikalau saya menikah muda di usia belasan tahun. Tetapi alih-alih saya memikirkan soal menikah, saya malah menyukai dia. Itu mirip seperti kecelakaan, kecelakaan yang indah, karena itulah saat pertama kali saya bisa menyukai anak di bawah umur (dan ini perasaan romantis ya, murni romantis, bukan ketertarikan seksual dan samasekali tidak ada ketertarikan seksual), sebelumnya tidak pernah. **Dan semoga tidak akan pernah ada lagi pengalaman seperti ini selain dengan dia, Aamiin.**
Kalau ditanya mengapa bisa merasakan perasaan seperti itu, tidak tahu pasti. Ya tidak tahu pasti, tahu-tahu sudah ada rasa saja. Mungkin karena *chemistry* di antara kami yang memang kuat, sehingga hanya kenal sebentar saja rasanya sangat dekat dan mudah nyambung seperti sudah kenal sangat lama? Jikalau kehidupan sebelumnya itu ada, saya yakin saya sudah kenal dengan dia dari sejak kehidupan itu, bahkan sepertinya kami janjian untuk bertemu lagi di kehidupan ini. Atau memang *serendipity* saja? Soalnya saya paham yang merasakan perasaan tidak lazim itu bukan hanya saya, anak itu juga. Namun tentunya saya tahu, bahkan dia juga tahu, bahwa perasaan kami adalah terlarang, jadi dulu kami dekat tapi masih menjaga batasan dan selalu pura-pura tidak peka dengan perasaan satu-sama lain.
Sial sekali ya, jarak usia yang sangat berbahaya. Hahaha :")
Yah, begitulah pengalaman saya jatuh cinta (dan dicintai diam-diam) oleh orang yang saya yakin tidak bisa dimiliki. :") sekarang saya sudah bukan tutornya lagi sih, syukurlah. Kami sudah berpisah, dan ya sudah. Semoga dia bisa kembali normal, berinteraksi dan tertarik dengan orang-orang seumurannya saja selama dia masih muda (kalau misal nanti dia sudah dewasa ya terserah dia sih, yang penting masa kecilnya dia tidak aneh-aneh lah, suka sama yang wajar-wajar aja gitu).
Berpisah dengan dia pun bisa membuat saya "waras" kembali. Biarlah dia menjadi salah satu kenangan indah tak terduga dalam alur percintaan saya, kecelakaan yang manis namun sekaligus pahit. *Bittersweet accident. *Yang saya sayang dan akan selalu saya kenang, bahkan mungkin sampai tua (betulan) nanti.
*I'll always remember you. Still remember. But (maybe) only can remember, not being with you*. 💔🙂🙃💔


Senin, 24 Oktober 2022

Midnight Poem part 5 (2)

Menahan Diri
~adoralic~


Entah apa yang akan menjadi kali ini
Semua berkecamuk di dalam kepalaku
Dan juga bergemuruh dalam hati
Awalnya memang sengaja kusimpan, kutahan
Tetapi pertahanan memang takkan bisa selamanya
Perlahan namun pasti perasaan-perasaan ini mulai menyeruak
Hingga kuputuskan untuk menuliskannya lagi

Sudah lama aku menahan diri
Menahan perasaanku
Padamu, duhai ksatria kecilku
Atau kau adalah peri yang kunanti-nanti selama ini
Atau kita sebut saja bintang, bintang kecilku
Bintang, bintang, bintang kecilku
Pada tahun ini kutemui banyak, banyak bintang
Entah secara harfiah atau hanya kiasan
Namun yang paling berkesan bagiku adalah kamu
Kamu, bintang kecil yang berkerlip menyinari gelapnya hatiku

Kumen... ah, tidak
Tidak... tidak boleh
Tidak bisa...
Atau setidaknya belum
Atau sudah, kukatakan padamu melalui intuisi
Aku men-cin-t-t-t-ta-i-i-mu
Ujarku terbata, kepada diriku sendiri
Ah, tidak boleh, makanya aku terbata
Sebab itu seolah kata terlarang
Hingga aku harus menahan diri
Padahal aku men-cin-t-t-t-tai-i-i-mu
Namun malah kurutuki diriku sendiri, mengatainya gila

Gila, aku sudah gila
Bukan, bukannya kamu tidak pantas, bukannya kamu tidak layak
Bukannya kamu buruk, bukan, sungguh
Tapi aku yang gila, karena (mungkin) kau bukan untukku
Apalagi aku (mungkin) bukanlah untukmu
Walau aku mau saja menjadi milikmu, tapi tidak bisa...
Aku... aku... harus menahan diri

Selama ini kulakukan, namun kali ini mulai melesak
Keluar, meminta dituangkan dalam kata-kata
Terutama setelah kau muncul lagi melalui mimpiku
Dan intuisiku
Bahkan muncul melalui kawanku
Baik, akan kulakukan, ujarku pada diriku

Sebenarnya apa yang terjadi padamu di sana?
Ada apa gerangan?
Mengapa sepertinya kau memikirkan aku?
Rindukah?
Atau ingin bercerita namun tak bisa?
Mengapa muncul beberapa kali dalam mimpiku, namun selalu ada yang mengikutimu?
Mengapa?
Ingin kutanyakan semua padamu, namun tak bisa
Kini hubungan kita telah terhalang

Aku dan kawanku berusaha menafsirkannya
Semua yang kau munculkan pada kami
Segala pertanda itu
Apa artinya? Entahlah~
Kami berusaha menafsirkannya, tapi bisa saja salah
Bisa juga benar
Bisa benar sebagian saja
Yang jelas kami rasa kau sedang tidak baik-baik saja

Semoga keadaanmu lekas membaik
Jadilah versi terbaik dirimu
Aku di sini selalu berharap yang terbaik untukmu
Karena aku... men-cin-t-t-ta-i-mu
Lupakan aku jika memang lebih baik untukmu
Fokuslah pada hidupmu dan masa depanmu
Meski aku lebih senang jika diingat olehmu
Seperti aku yang akan berusaha mengingatmu selamanya

Kau... semoga jika suatu saat kita bisa bertemu kembali
Semoga kau dan aku bertemu dalam keadaan yang jauh lebih baik daripada sekarang
Namun jikalau memang tidak, kurasa mungkin lebih baik
Lebih baik begini
Biar kau jadi salah satu kenangan terindah di dalam hidupku saja
Walau aku lebih senang jika bisa bertemu lagi di waktu yang paling tepat

Aku sayang kamu ♡♡♡

*24 Oktober 2022
From A to F, with Love
Aku sayang kamu, jaga diri baik-baik dan jadilah versi terbaik dirimu. I'll always remember you. Semoga kita bisa ketemu lagi nanti kalau takdirnya memang seperti itu, kita bakalan ketemu terus. Aamiin.


Senin, 26 September 2022

Kehilangan Teman

Aku pernah mencintainya, tapi kami cuma teman.

Atau mungkin sahabat, aku menyebutnya demikian.

Aku pernah mencintai dia, sahabatku, namun itu sesuatu yang dianggap salah. Bukan rasa cintanya yang salah, tetap bilamana perasaan itu dilanjutkan dengan perbuatan "ingin memilikinya", maka itu akan menjadi salah.

Kami berada di usia dan fase kehidupan yang jauh berbeda. Bahkan meski bisa bersahabat, bahkan meski saling mencintai, kami takkan bisa menjadi pasangan, kecuali telah berdiri di titik yang sejajar. Intinya, berbagai aturan yang ada di dunia ini akan menentang itu.

Jadi kami memang berteman, hanya berteman.
Meski tatapan mata kami dulu saling menyiratkan cinta dan kasih sayang, ketika senyum terindah kami suguhkan untuk satu sama lain, dan ketika kami sering mencuri-curi kesempatan agar bisa menghabiskan waktu berdua saja, seolah dunia hanyalah milik kami. Atau di kala kami berpelukan dan bergandeng tangan. Atau di kala dia menggambar untukku, atau aku berkisah untuknya, atau kami memainkan beberapa permainan bersama, atau saat dia mengikuti diriku kemana saja kakiku melangkah. Ah, indahnya momen kala itu, aku sangat merindukannya. I miss him and our moment, a lot.

Karena pada suatu ketika, salah satu dari kami harus berpindah lokasi, mengakibatkan aku harus berpisah dengannya, satu-satunya kawan terbaikku di tempat itu, kawan kesayanganku. Aku menangis, air mataku mengalir deras di hari itu, sangat sedih karena harus berpisah dengannya. Ia pun demikian, bahkan terlihat lebih sedih dan terpukul karena perpisahan kami, lebih daripada aku sendiri. Entah kapan dan di mana kami bisa berjumpa kembali (maksudnya berjumpa di dunia nyata, kalau di dunia maya kami masih bisa berhubungan). Apakah kelak kami akan bisa berjumpa kembali?

Di satu sisi aku lega, karena perpisahan kami akan menjadi suatu "batasan aman" bagi kami, yang memang tidak bisa bersama. Namun di sisi lain, menyakitkan… yang namanya perpisahan itu memang selalu menyakitkan hati :")
Pada akhirnya, aku ingin bilang pada kawan kesayanganku yang masih muda itu…

Aku sayang kamu, kawan. Aku merindukan bisa bercengkerama di dunia nyata denganmu seperti dulu. Aku rindu kebersamaan kita yang dulu. Dan… aku akan ingat kamu terus, semoga kamu tetap ingat aku juga. Entah nantinya kita akan bisa bertemu lagi atau tidak, yang jelas: senang bisa mengenalmu, kawanku. :)


*26/9/22
From A, to F, with H. I miss you :")

Senin, 08 Agustus 2022

Midnight Poem part 5 (1) : The Real Midnight Poem part 5, My Star ☆

Kau yang Seperti Bintang
-adoralic-

Sejak awal kau muncul
Aku menyebutmu bintang
Mengapa demikian?
Entahlah, mulanya intuitif saja

Namun ternyata, ucapan adalah doa
Nama pun demikian, nama adalah doa
Begitu pulakah dengan julukan?
Kurasa demikian

Awalnya biasa, namun terasa familiar
Seperti sudah mengenalmu, namun versi yang lain
Kau awalnya pendiam di hadapanku
Aku pun demikian

Diam dan tenang, biasa saja
Tidak jauh, tapi tidak dekat
Mulanya begitu, meski diam-diam kupikir kau sesosok yang karismatik
Lalu tahu-tahu kita berubah lebih dekat, lupa sejak kapan tepatnya

Puncaknya, kita mulai bermain bersama
Di saat senggangmu, dan senggangku
Kau yang menunggu teman pulangmu, aku menunggu waktu pulang
Kita menunggu berdua, bicara banyak

Tiba-tiba kau mengatakan sesuatu di tengah obrolan
Dengan gaya khasmu saat bercanda
Namun ucapanmu saat itu malah buat aku yakin
Jangan-jangan kaulah yang kucari selama ini

"Sebelum aku lahir, aku sudah bertemu kamu"
Ujarmu kala itu
"Hari ini aku bertemu kamu"
"Nanti juga bertemu kamu, kita akan bertemu terus"

Ya, kita akan bertemu terus
Aku dan kamu
Kalimat yang aku harap muncul dari seseorang yang kunanti selama ini
Nyatanya itu muncul darimu

Sejak itu, perasaanku mulai berubah
Yang awalnya hanya merasa familiar dan anggap kau karismatik
Berubah menjadi sangat tertarik, bahkan mulai suka
Adakah aku bisa terkoneksi dengan anak kecil?

Kemudian, beberapa hari setelahnya, kutemukan jawabnya
Mengapa kau dewasa meski berada dalam tubuh yang mungil
Mengapa kau karismatik padahal masih belia
Dan mengapa aku bisa "melihat"mu yang seperti itu

Ternyata oh ternyata, kamu pun bukan orang biasa seperti aku
Lucunya hidup ini
Pada akhirnya, apapun yang sefrekuensi akan saling menarik
Hingga di titik tertentu bertemu

Seperti aku dan kamu, yang telah bertemu (lagi)
Dan mungkin suatu saat perasaanku padamu?
Entahlah... perasaan ini sulit, aku malah menyukaimu
Tapi sekaligus menyenangkan, membuatku sedikit lebih hidup

Dan julukan bintang itu...
Kini kau adalah bintang, bintang kecilku
Bintang kecilku yang berkelip di gelap malamku
Sedikit memberikan cahaya dalam gelap hidupku

Cahaya yang mandiri, berasal dari dirimu sendiri
Cahaya yang asli, bukan cahaya semu
Dengan atau tanpa aku, kamu akan tetap bersinar
Dan dengan atau tanpa kamu, mungkin aku juga harus siap

Hingga kini, ajaib
Aku tak paham hubungan kita bagaimana
Dan akan ke mana arahnya
Apakah kau juga demikian?

Yang kutahu, aku ingin...
Ingin menyayangimu, ingin bersama kamu, ingin tersenyum bersamamu
Ingin menangis bersamamu tapi tanpa membuatmu menangis
Aku ingin lihat kamu bahagia, dan di dalam momenmu ada aku

Misalkan kamu menangis, aku ingin bisa menenangkan kamu
Misal kamu sakit, ingin melihatmu dan merawatmu
Misal... misal... ya, misal
Tapi, apakah itu mungkin?

Yang bisa kulakukan saat ini adalah sebatas...
Menjadi bestiemu
Bukan karena aku takut perasaanku ditolak kamu
Namun aku benci realita, dan tak ingin kamu terluka gara-gara itu

Kalau dirimu sendiri... berpikir apa tentang daku?
Hingga mengirimiku lambang hati merah, kemudian kabur
Entah kau paham artinya itu atau tidak, tapi aku yakin kau sayang aku
Sama seperti aku yang sayang kamu

*8 Agustus 2022
Dear Tuan Midnight Poem kelima, kau masih belia ya. Tapi di dalammu kakek-kakek 88 tahun nggak sih? Hahaha :p
Aku sayang kamu, terima kasih sudah hadir ke kehidupanku yang chaos ini, dan menjadi bintang kecilku yang berkerlip indah, memberikan sedikit cahaya cantik di dalam hidupku. ♡



Sabtu, 06 Agustus 2022

Midnight Poem Another Side: Yang Saling Menunggu 'tuk Berjumpa?

Sudah lamaaaaaa rasanya tidak menulis midnight poem :)
Akhirnya kali ini aku kembali lagi setelah menemukan sesuatu yang menarik hati.

Sebenarnya mungkin efek sudah tua dan bertambah kesibukan, aku jadi semakin malas menuliskan di sini panjang-panjang, karena itu menyita waktuku. Tetapi, karena ini adalah suatu hal yang absurd and confusing but in a good way, aku tetap mau mencoba menuliskannya.

Sudah 2 tahun lebih aku vakum dari dunia percintaan. Sengaja. Bahkan aku puasa manusia, membatasi relasi apapun dengan manusia lain, bahkan berteman sekalipun. Dengan teman-teman lama juga berusaha menjaga jarak. Kenapa? Karena se-tidak-sehat itu lah kondisi mentalku, aku merasa aku butuh healing (beneran healing mental ya, bukan istilah gaya-gayaan doang) dengan cara menjauh dari manusia lain.

Tapi kita tidak akan membahas kondisi mentalku yang sejak kecil memang sudah chaos namun masih bisa masuk kategori normal itu. Kita akan membahas... cinta, tentu saja cinta :v wkwkwk yaaa at least rasa suka lah, karena kalau sudah sampai masuk segmen Midnight Poem ya tentu saja bahasannya itu dong? ;)

Jatuh cinta lagi... lagi-lagi ku jatuh cinta~
Aku jatuh cinta, cinta berjuta rasanya~

Hmm nggak sih, aku nggak mendefinisikan perasaan ini sebagai cinta sih, belum, atau memang tidak. Tapi kuakui, memang ada, bahkan sangat ada koneksi jiwa antara aku dan anak itu.

Eh? Anak itu?

Iya, anak itu. Kalian nggak salah baca, itu memang anak, anak-anak, anak kecil.

WHAATT?? NANIII?? ANAK KECIL? LU PE...

NO! BUKAN, AKU BUKAN P*DO, I SWEAR! Bukan, samasekali bukan, saya aseksual kalau kalian mau tahu, jadi bahkan sama orang dewasa pun saya nggak tertarik secara seksual, apalagi sama anak kecil?

Tapi kalau secara romansa tertarik sama anak kecil?

Nah, kalau soal itu... sebenarnya sih kalau bisa memilih, YA NGGAK MAU LAH, MAUNYA SAMA ORANG DEWASA AJA GITU, NORMAL. Tapi kan yaa... biasanya kalau soal hati, tahu-tahu kita bisa mendadak udah suka aja gitu sama seseorang. Nah, itu kira-kira yang terjadi kepadaku. Aku sendiri sama sekali nggak pernah berekspektasi akan suka sama anak kecil. NYESEK CUYYY!

Nyesek?

YA NYESEK LAH. Ya lu pikir aja, gue suka tapi ga akan bisa ngapa-ngapain, gue ulangin, GA AKAN BISA NGAPA-NGAPAIN. Kenapa? Ya karena kalo gue sampai ngapa-ngapain itu hitungannya termasuk "bejad" ga sih? Ngapa-ngapain tuh maksudnya confess/menyatakan perasaan, ngajak pacaran, dsb. YA NGGAK BISA LAH.

Cuma ya gitu, tetep aja gue suka sama dia, hiks :") awalnya tentu aja semua berawal dari kecocokan jiwa, ada chemistry di antara kami berdua. Bahkan ya, dari awal ketemu, gue merasa familiar sama dia, kayak kenal tapi lupa dia siapa, dan... dapat sekelebat visual kayak dia versi dewasa! Jadi kayak... kayaknya nih ya, kalau misal past life/kehidupan sebelumnya itu ada (walau gue nggak meyakini itu), gue yakin pasti gue sama si anak ini dulu pernah kenal, pernah dekat, bahkan mungkin dulu kami seumuran terus pernah pacaran/jadi pasangan, dan sampai saling janjian untuk ketemu lagi di kehidupan kali ini. And finally, beneran ketemu lagi dong :)

Ah, drama lu, alay. Itu mah halu lu doang!

Ya terserah sih kalau ga percaya ya gapapa. Emang gue sendiri akui ini sangat tidak rasional, tapi memang begitulah yang gue rasakan ke dia.

Fyi, dia itu indigo, PEKA gitulah. Dan jadi terkesan dewasa, memang kebanyakan anak-anak indigo kesannya lebih dewasa daripada usia aslinya sih. Gue aja kecele' ama si anak itu, kita sebut saja dia Bintang ya mulai sekarang. Si Bintang itu walau masih kecil tapi vibesnya kayak udah gede, makanya gue kepincut. Kayak mature, dewasa dan karismatik untuk ukuran anak kecil. Oiya, si Bintang pernah ngomong ke gue/aku, entah dia beneran atau bercanda doang, dia umurnya 88 tahun WKWKWK.

Terus si Bintang juga pernah bilang, sebelum dia lahir dia udah pernah ketemu gue. Dan dia bercandanya selalu tentang "ketemu sama gue dulu, ketemu sama gue sekarang, nanti kita juga ketemu lagi". Nyambung amat sama gue yang memang selama ini sedang mencari-cari seseorang yang kayaknya kalau misal past life itu memang ada, di kehidupan dulu itu kami janjian buat ketemu lagi di kehidupan yang sekarang. Dia kayak "memanggil-manggil" gue selama ini, minta ditemukan. Gue juga memang nyari dia sih. Nah, jangan-jangan, kayaknya ada kemungkinan, itu adalah si Bintang deh.

Mana gue juga pernah mimpi, dan mimpi gue itu mirip juga sama ceritanya dia. Jadi gue mimpi pernah ketemu anak kecil batita cowok, terus gue sayang banget sama anak itu, anak itu juga sayang banget sama gue, in romantic way. Kayaknya anak itu Bintang sih soalnya muka anak di mimpi gue itu mirip adeknya Bintang (adeknya masih bayi, mirip dia, tapi kalo Bintang kan udah gede jadi warna kulitnya berubah menggelap gitu). Dan si Bintang bilang dia udah pernah ketemu gue waktu dia bayi/masih kecil gitu. Duuuhh.... gitu deh pokoknya, kayak terlalu kebetulan untuk disebut kebetulan.

Cuma... omegat, NAPA JARAK USIA KAMI JAUH BEUD SIH? T_T wkwkwk #sedih #supersad

Tapi yaudahlah, gapapalah, at least, setidaknya minimal banget, di kehidupan ini kami udah beneran ketemu (kalau memang si Bintang adalah orang yang gue cari-cari). Kemarinan gue sempat tanya-tanya ke dia sih, ya secara garis besar soal "lu inget ga sih kehidupan kita sebelum ini?" Tapi ternyata dia gatau, entah gatau karena ga paham pertanyaan gue, atau memang dia ga ingat, entahlah. Tapi ya gue sendiri aja lupa, walaupun ada perasaan familiar tapi ya gue ga inget lah dulu gue itu siapa, jadi apa, si Bintang itu siapa, jadi apa, kami dulu awal mula ketemunya kapan, dimana, gimana, terus kami ngapain aja dulu, dll. Kan gue aja ga ingat juga, jadi ya wajar aja kalau dia juga ga ingat.

Tapi gue masih 99,99% yakin, itu memang dia sih, orang yang gue cari-cari selama ini, yang memang di masa lalu "pernah" janjian untuk ketemu lagi sama gue di kehidupan saat ini. Cuma memang kami nya aja lupa. Dan... kukira yang janjian sama gue adalah orang yang akan menjadi jodoh (suami maksudnya) gue, ternyata... kayaknya bukan. Eh, atau iya?

AH, HALU. PLIS, HALU YANG INI TUH ILEGAL. Kecuali dia udah bukan anak di bawah umur lagi, mungkin bisa, tapi kemungkinannya kecil.

Ah gataulah, pokoknya gue yakin si Bintang ini memang salah 1 soulmate gue, bagian dari soul family gue, yang memang ditakdirkan bertemu, entah dulunya ada past life atau tidak, apakah kami pernah janjian atau tidak, pokoknya emang takdirnya ketemu dan secara jiwa kami memang match. Makanya sekarang gue jadi suka dan nyaman sama dia ya gara-gara itu, walau tak bisa kumiliki sebagai pasangan :") wkwkwk

Tapi gapapa, sekarang pokoknya lagi pengen nikmatin momen pertemanan dan hepi-hepi sama dia dulu deh wkwkwk. Bintang, oh bintangku, bintang kecilku... :) ☆☆☆☆☆

*7 Agustus 2022
Untuk bintang kecil yang aku anggap kayak pacar aku sendiri wkwkwk #halu
Aku suka kamu, gatau pasti sukanya sebagai apa, kayaknya semuanya sih, ya bestie/sohib, ya adek-adekan/keluarga, ya cowok/pasangan, pokoknya aku suka kamu ♡ tapi tenang, aku ga jahat dan samasekali ga berniat aneh-aneh ke kamu, samasekali nggak.
Jangan sakit lagi ya, nanti orang-orang cemas, terutama aku :p wkwkwk


Sabtu, 02 April 2022

Apa Esensi Agama

Apa Esensi Agama?

Hmm… sebagai orang yang menitikberatkan subjektivitas pada ranah ketuhanan, agama dan keimanan, mungkin saya akan jawab dengan jawaban yang harusnya sih ini cukup "bebas dan terbuka" untuk semua orang. Maksudnya bisa dimaknai secara personal, karena ya itu tadi, saya senang dengan penekanan yang subjektif.

Tapi karena ini subjektif, maka bisa dianggap juga ini dari sudut pandang pribadi saya. Nah, dari sini saja terserah, mau menyudahi baca atau mau lanjut. :)

Kalau lanjut, saya akan mencoba membawa kalian ke "alur pikiran saya", yang mana misalkan setelah membaca ini tidak setuju, menolak, menganggap tidak logis sehingga tidak bisa diterima dan sebagainya, terserah. Karena ini pandangan pribadi saya, bebas orang lain untuk setuju atau tidak.

Jadi, saya sendiri mencoba menyimpulkan secara cukup umum soal esensi agama. Dan kesimpulan saya:

Jalan dan sarana untuk mendekatkan diri kepada yang dianggap Tuhan.

Dimana bahkan… dari soal Tuhan ini saja, dipersilakan lho bagi Anda untuk percaya Tuhan atau tidak. Kan subjektif, jadi mau percaya Tuhan atau tidak, itu urusan masing-masing.

Kebetulan saya golongan yang percaya keberadaan Tuhan. Dan saya akan mulai penjabaran soal agama dari kepercayaan terhadap Tuhan dulu. Karena agama menurut saya adalah "sarana untuk mendekatkan diri pada yang dianggap Tuhan", maka otomatis harus yakin dulu pada Tuhan kan?

Saya pikir sebagian orang yang beragama dengan kesadaran dirinya sendiri itu berpikiran sama, percaya Tuhan. Kecuali orang yang beragama dengan kesadaran sendiri, TAPI NIATNYAAAA… hanya menjadikan agama sebagai sarana untuk kepentingan-kepentingan duniawi dengan cara memakai kedok beragama. Esensi beragama bagi orang macam ini mungkin: karena dengan beragama begini bisa membawa banyak keuntungan bagi saya, ya dapat citra baik di mata masyarakat, ya bisa dapat harta, tahta, wanita (wkwkwk), dan keuntungan-keuntungan lain + menghindari berbagai kerugian, yaudah, saya beragama saja.

Mungkin hampir tak ada pikiran soal Tuhan dalam kehidupan orang macam begini, mungkin hanya tahu nama Tuhan saja tanpa berusaha mencari tahu tentang Tuhannya, Tuhan hanyalah sebuah nama. Bahkan mungkin "Mau Tuhan beneran ada atau nggak, yang penting semua keuntungan ini jadi milikku/milik kami."

Lagi-lagi… hanya mengejar keuntungan pribadi.

Omong-omong, menurut saya dan sebagian orang yang pikirannya seperti saya, Tuhan pun ada banyak.

Eh, Tuhan ada banyak? Bukannya Tuhan cuma satu, agama yang ada banyak?

Kalau menurut saya sih, Tuhan itu ada banyak, setidaknya nama-nama Tuhan itu jamak alias lebih dari satu.

Hmm… belum lagi ada perumpamaan "menuhankan" kan? Misal menuhankan uang, menuhankan jabatan/kedudukan, menuhankan tokoh, dsb.

Jadi, menurut saya nama-nama Tuhan memang ada banyak. Tapi kalau tidak setuju dengan pandangan saya, tak masalah. Balik ke awal: ini bersifat subjektif karena hanya pandangan pribadi saya.

Dan, kalau sudah mulai merasa muak membaca tulisan ini, silakan berhenti kapan saja.

Bagi saya, nama-nama Tuhan ini ibaratnya seperti tujuan/alamat yang dituju dari suatu perjalanan. Seperti misal, kita mau pergi ke Tuhan A, berarti kita harus mencari jalan dan cara serta sarana untuk menuju ke Tuhan A kan?

Nah, disini agama berfungsi. Misal untuk menuju ke Tuhan A, butuh melakukan ritual V dan menggunakan sarana XYZ. Misalnya.

Kalau sudah melakukan ritual V dengan sarana XYZ, diharapkan akan tercipta "hubungan" dengan Tuhan.

Omong-omong, saya tipe yang percaya Tuhan beda alam, beda posisi dan dimensi dengan kita, makanya untuk menjalin hubungan dengan Tuhan harus dengan cara tertentu, tak bisa dengan cara yang hanya kasat mata, seperti ketika berelasi dari makhluk di dunia ini. Makanya ada ritual-ritual, tujuannya itu, menjalin hubungan dengan Tuhan yang berada di alam lain.

Eh ya, tapi ada juga sih agama yang dibuat manusia, mungkin tujuan ritual dalam agama tersebut berbeda dengan agama yang katanya dari Tuhan. Mungkin lebih ke arah mencari ketenangan, ketentraman, kedamaian jiwa secara pribadi ya.

Dan… karena ini dimaksudkan jadi jawaban yang "terbuka dan luas" sehingga bisa dimaknai secara subjektif, jadi lupakan pertanyaan soal "Tuhan dan agama mana yang benar". Intinya bukan disitu, kalau soal ini… cari, yakini dan imani sendiri mana yang menurut masing-masing adalah kebenaran.

Oiya, dan… sebelum meyakini apalagi sampai taraf mengimani suatu agama, menurut saya seseorang harus percaya pada keberadaan Tuhan dulu, dan dia tahu Tuhan mana yang dia anggap Tuhan, yang dia putuskan untuk sembah (kalau percaya Tuhan juga harus disembah ya, karena kan ada juga golongan yang cuma percaya Tuhan saja tanpa percaya agama, misalnya agnostik dengan segala variannya), dan Tuhan yang dia tuju. Dari situ baru orang tersebut bisa meyakini sampai taraf beriman pada Tuhan dengan cara menjalankan/mengikuti suatu agama yang diyakini akan membawa pada Tuhan yang dituju suatu hari nanti.

Kalau misal seseorang nggak mau/nggak bisa beriman gimana?

Karena perkara ini memang personal dan subjektif, sebetulnya harusnya nggak terlalu masalah sih. Tapi jadi masalah karena di beberapa agama pasti ada perilaku yang dianjurkan bahkan diwajibkan bagi pemeluk agama tersebut, salah satunya adalah anjuran menyebarluaskan ajaran agama dan berusaha membantu orang lain yang belum masuk ke dalam agama tersebut supaya bisa ikut menjadi pemeluk agama yang sama. Karena ada hal seperti inilah makanya orang banyak yang jadi seolah-olah (atau memang betulan) berebut pengaruh dalam menyebarkan agama + jadi terkesan memaksa orang lain untuk beragama.

Kenapa ada anjuran begitu?

Karena banyak agama yang mengajarkan hal-hal yang dianggap sebagai kebaikan. Dan… bagus kan mengajak orang lain kepada kebaikan? Alasan tulusnya begini.

Kalau alasan bulusnya yaaa… bisa jadi ada udang dibalik batu. Mau mengumpulkan umat demi diam-diam memanfaatkan mereka untuk kepentingan pribadi, misalnya? Mencari ketenaran dan kemahsyuran dari jemaah? Dsb.

Balik ke sebelumnya, ketika seseorang sudah percaya, tahu dan yakin untuk menuju kepada suatu Tuhan, hingga sampai taraf beriman, maka ia akan mewujudkan imannya dengan cara menjalankan/mengikuti suatu agama yang diyakini akan membawa pada Tuhan yang dituju suatu hari nanti. Kemudian, di dalam masing-masing agama sendiri ada banyak konsep, ada pula aturan, anjuran, larangan, hukuman, dsb. Ada hak dan kewajiban pemeluk agama, ada yang berkaitan dengan Tuhan, ada yang kepada manusia lain. Banyaklah isi dari suatu ajaran agama.

Dan isi-isi tersebut yang jikalau diamalkan dengan baik dan benar, diharapkan dapat membawa pemeluk agama makin dekat kepada Tuhan yang diimaninya.

Kenapa sih harus dekat kepada Tuhan?

Tanyakan ini kepada tiap orang beragama, mungkin jawabannya pada akhirnya beda-beda. Soalnya bisa jadi alasan tiap orang bisa sampai tahap percaya (maupun tidak percaya) kepada Tuhan itu ya berbeda. Bagi saya pribadi…

Saya penasaran dengan Tuhan saya, yang saya yakini menciptakan seluruh alam semesta ini. Yang kenapa gitu Beliau yang menjadi Tuhan, dan kenapa saya ini menjadi manusia? Saya penasaran ingin melihat Tuhan yang saya imani, bertemu dengan-Nya. Dan sekaligus juga… kalau dekat dengan Tuhan (Tuhan di agama manapun, termasuk Tuhan saya) kan biasanya dikaitkan dengan ketenangan, ketentraman dan kedamaian jiwa. Nah, setidaknya karena alasan itu, makanya saya merasa harus mendekat kepada Tuhan, dan bukan hanya harus mendekat di dunia ini, tapi dekat pula di after-life. Dan justru tujuan utamanya itu after-life, mendekatkan diri di dunia agar nanti dapat posisi tak jauh pula.

Itu kalau saya ya, tidak tahu kalau alasan orang lain. Dan kalau tidak merasa harus mendekatkan diri pada Tuhan, balik lagi, itu urusan masing-masing.

Bagi saya, beragama dengan baik adalah berproses dengan berusaha menyertakan Tuhan dan ajaran Tuhan pada setiap aspek kehidupan di dunia dalam rangka mendekat pada Tuhan, agar di dunia dan kelak di after-life selalu dekat dengan Tuhan + pada tingkatan iman yang tinggi bisa pula memperoleh ketenangan, ketentraman dan kedamaian jiwa.

Nah, tapi saya tidak tahu kalau beragama menurut orang lain seperti apa. Balik lagi, subjektif. Tapi sepertinya statement saya cukup nyambung dengan pandangan saya soal esensi beragama: jalan dan sarana untuk mendekatkan diri kepada yang dianggap Tuhan.

Dan soal alasan percaya Tuhan, cara mengimani Tuhan, pendekatan yang dipilih, serta level keimanan, pada akhirnya itu urusan personal, dan sepertinya tiap orang yang mau ada baiknya mencoba melakukan perjalanan spiritualnya masing-masing agar bisa memperoleh keyakinan terdalam dari diri sendiri. Entah itu tidak percaya Tuhan, percaya Tuhan, percaya agama, yah apapun hasilnya.

Sekian jawaban saya. Semoga ada manfaatnya, tapi kalau nggak ya… hahaha… Terimakasih sudah membaca tulisan saya. :)

***

4/11/20

(tulisan ini sebelumnya sudah pernah saya posting di akun Quora saya pada tanggal yang tertera)

Minggu, 13 Maret 2022

Kala Itu

Kala Itu
-Adoralic-

Waktuku seakan berhenti
Di kala kau pergi
Meninggalkan kami
Menuju ke peristirahatan yang abadi

Semuanya terasa mendadak
Bahkan meski sebelumnya banyak pertanda merebak
Aku hanya tak ingin menebak
Karena takut kerisauan 'kan menjebak

Ternyata benarlah demikian
Namun bukan risau
Melainkan waktuku yang seakan berhenti
Semua tak ada artinya lagi

Tiada yang benar-benar maju
Apalagi mundur, mustahil
Jangankan mundur, maju saja mustahil
Waktuku terjebak di kala itu

Semua orang waktunya berjalan
Cuma kami yang terhenti
Bahkan mungkin cuma aku yang merasa
Terhenti karena terjebak dan tercengkeram

Entah bagaimana cara keluar
Aku tak paham
Dan entah apakah suatu hari nanti
Akan ada saatnya paham atau samasekali tidak

Tapi aku sedikit bersyukur
Kau telah pergi
Setidaknya kau sudah tak di sini lagi
Di dunia yang melelahkan dan memuakkan ini

*14 Maret 2022
Entah ya perasaan terjebak di waktu itu akan ada sampai kapan. Rasanya semua berhenti di situ, dan akan selalu di situ. Semua tak ada artinya lagi.