Hello my blog & readers, jumpa lagi dengan saya, author blog ini :D
Tadi saya sempat membaca berita di suatu portal berita yang terhubung dengan facebook saya. Dari judulnya, itu cukup menimbulkan kontroversi. Saya penasaran karena judul berita tersebut ada kemiripan dengan kasus yang sempat hangat beberapa waktu yang lalu. Tapi saya malas membahas tentang berita tersebut.
Yang saya akan bahas adalah bullying, karena berita tersebut sebenarnya terlihat seperti berita tentang korban bullying. Orangtua korban bullying tersebut melaporkan pihak-pihak yang telah membully anaknya, oke saya sebut saja seperti yang tertulis di beritanya, anak tersebut sampai babak belur, tubuhnya sampai biru-biru karena dihajar si pembully. Dan ada pihak-pihak yang menutupi kelakuan si pembully.
Sayangnya, komentar yang terdapat pada berita tersebut malah terkesan kontra dengan permasalahan tersebut. Mengapa? Karena, ehm, profesi orang-orang yang menutupi perilaku si pembully. Akibatnya, kasus yang seharusnya dianggap sebagai kasus pembully-an ini, yang memang seharusnya ditangani secara serius jika sudah tidak bisa ditangani secara damai, malah dianggap sebagai "kasus yang lain" karena ada pihak yang memiliki kesamaan profesi dengan "tokoh dari kasus yang lain".
Oke, mungkin sebenarnya semua pihak masih bisa mengambil jalan damai untuk kasus ini, mungkin juga tidak, entahlah. Saya tidak begitu tahu mengenai kasus ini, dan yang ingin saya bahas bukan mengenai kasus ini. Yang saya ingin saya bahas adalah mengenai bullying dengan perspektif saya. Jadi isi postingan kali ini adalah opini saya mengenai bullying.
Bullying. Saya tidak akan repot-repot menjabarkan definisi bullying dari para ahli maupun menjelaskan lebih lanjut mengenai jenis-jenis bullying dsb, anda bisa mencari tahu sendiri di mbah gugel, it's easy.
Yang jelas, bully itu ada macam-macam jenisnya. Dan menurut saya, semua tindakan bully itu intinya sama saja: Pembully pasti menganggap korban bully lebih rendah daripada dia. Dan si pembully berusaha menunjukkan hal itu kepada korbannya. Jadi menurut saya, bullying adalah tindakan merendahkan orang lain.
Seharusnya sebagai sesama manusia, kita saling menghargai bukan? Tetapi, sepertinya pada praktiknya tidak mudah untuk melakukan itu. Karena kasus macam ini selalu ada di setiap zaman, di mana-mana, tak pernah berhenti.
Khusus di negara ini, pengetahuan mengenai bullying masih terbatas. Jika pun ada yang tahu, mungkin hanya tahu sebatas teorinya saja. Pada praktiknya, orang sulit membedakan mana yang bullying, mana yang bukan. Atau banyak orang pura-pura yang tidak tahu, supaya tidak turut menjadi korban. Karena di negara ini pun, tindakan bullying masih dianggap wajar, malahan menjadi budaya, karena dianggap bercanda, dianggap sebagai lelucon, terutama oleh pelakunya. Padahal efek bagi korban bisa sangat parah.
Biasanya, orang yang menjadi korban bullying adalah orang-orang yang dianggap lemah. Biasanya memang karakter orang tersebut kurang menonjol, kurang berpendirian dan semacamnya sehingga orang tersebut mudah dikontrol oleh orang lain. Atau bisa juga korban memiliki suatu keunikan tersendiri, yang membuatnya terlihat sangat berbeda dibandingkan orang lain, sehingga hal tersebut bisa dijadikan bahan bully.
Biasanya jika ada kasus bully, pasti ada pro dan kontra. Terkadang malah banyak juga yang kontra dengan kasus bully. Alasannya: "Ah si korban aja yang emang lemah, payah. Masa digituin doang aja takut sih. Harusnya dia bisa lawan dong! Masa ngelindungin diri sendiri aja nggak bisa?"
Menurut saya dan setahu saya, sebenarnya tidak semua korban bully itu pembawaannya lemah. Ada juga orang yang sebenarnya pembawaannya kuat, hanya saja ia kalah jumlah dengan pembully-nya. Misalnya seorang yang punya sifat pemberani. Ketika orang tersebut dibully, biasanya ia akan menunjukkan sikap tidak takut. Ia akan berusaha melawan pembully-nya agar pembully-an terhadap dirinya bisa berakhir. Namun jika ia selalu dibully oleh teman-teman sekelasnya misalnya, lama-lama ia akan kesulitan juga untuk melakukan perlawanan dan pertahanan diri. Musuh terlalu banyak. 1 lawan sekelas, tentu saja peluang menangnya sedikit kan? Dalam kasus ini, walaupun ia tidak lemah secara pribadi, namun ia lemah secara jumlah.
Bukannya saya hanya membela korban bully. Menurut saya, korban bully yang terlalu lemah sikapnya juga salah. Lebih tepatnya punya kekurangan, karena dia punya kelemahan karakter itu. Karena itu, harus diusahakan untuk mengatasi kelemahannya. Ia harus berusaha menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih berpendirian, lebih berani dari sebelumnya, dan harus bisa melindungi, minimal dirinya sendiri.
Tetapi memang sulit juga untuk melakukan itu, terutama bagi orang yang bawaannya memang berkarakter lemah. Jadi menurut saya, bantuan dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya sangat dibutuhkan oleh korban/orang-orang yang merasa lemah, supaya bisa menjadi orang yang lebih kuat.
Lalu bagaimana dengan orang berkepribadian kuat namun ia dibully?
Tiap korban bully, setidaknya hampir semuanya pernah melakukan pertahanan diri sebelum di bully. Yang menjadi bedanya adalah keberhasilannya mempertahankan diri dari gangguan atau tidak. Yang gagal mempertahankan diri biasanya akan dibully. Biasanya, si kepribadian lemah sangat mengalami kesulitan dalam mempertahankan diri. Bahkan mungkin karena takut, ia langsung pasrah saja, tidak melakukan perlawanan sedikit pun.
Padahal seharusnya, tiap orang paling tidak berusaha dulu mempertahankan dirinya sendiri. Seperti korban yang kalah jumlah misalnya. Biasanya korban macam ini sudah berusaha maksimal, namun karena terlalu sulit rintangannya, ia sulit terbebas.
Lalu bagaimana jika sudah berusaha maksimal mempertahankan diri, namun tidak berhasil?
Setahu saya, dari pembahasan pencegahan bullying, baik yang ada di internet maupun saya baca dari komik dengan tema anti-bullying, jika memang sudah tidak bisa dilawan sendiri, bisa minta bantuan pihak ketiga yang lebih kuat posisinya dibanding si pembully, misalnya jika pembully dan korbannya anak sekolah, maka pihak ketiga bisa guru mereka, bisa orangtua murid dsb. Bahkan, seharusnya kasus bullying segera dilaporkan sejak tanda-tanda awalnya sudah terlihat. (Sepertinya ini yang dilakukan orangtua korban dalam berita yang saya baca, mereka menjadikan polisi pihak ketiga untuk memperjuangkan hak anaknya)
Tetapi, jika melakukan hal macam itu, buntut di belakangnya akan panjang biasanya, misalnya korban bully malah dicap "anak mami" atau "pecundang" dari masyarakat di pihak kontra. Hal itu bisa mempersulit pemulihan mental korban pasca bully. Ditambah lagi, belum tentu masalahnya akan bisa diselesaikan tuntas oleh orang-orangtua, karena biasanya pembully sangat lihai menyembunyikan kejahatannya, sehingga yang nampak dipermukaan bisa menjadi hanya secuil dari seluruh perbuatannya.
Kejahatan? Apakah menurut saya pembully itu jahat? Ya, tentu saja jahat.
Menurut saya, pada kasus bullying itu, yang jahat adalah pelaku bullyingnya, orang yang melakukan bullying. Yang jahat adalah si pembully. Mengapa? Karena misalnya ada orang yang lemah, ia diam saja, anteng, tidak mengganggu orang lain, tidak melakukan apa-apa yang merugikan orang lain, apa ia salah? Apa ia harus diganggu? Mengapa orang seperti itu harus diganggu? Tentu yang salah adalah orang yang mengganggunya kan?
Sebenarnya korban tidak salah. Dan korban harus menyadari hal ini agar dirinya tidak memasrahkan diri begitu saja untuk diinjak-injak. Biasanya, pembully selalu berbuat dan menanamkan pikiran pada korban seolah-olah si pembully adalah pihak yang benar, dan korban telah melakukan kesalahan padanya. Padahal itu semua belum tentu benar.
Ada juga sih sebenarnya orang yang dibully, misalnya dikucilkan atau dikata-katai, karena kelakuannya menyebalkan/salah/mengganggu orang lain secara umum. Secara umum ya, benar-benar secara umum. Jadi, mau ada di belahan bumi mana pun orang tersebut berada, setidaknya bukan hanya di satu daerah saja, perbuatannya memang tidak bisa dibenarkan. Kalau yang semacam itu, menurut saya itu sanksi sosial, bukan bullying. Jadi wajar jika orang tersebut mendapatkannya. Hanya saja jika bisa, sebaiknya sebelum memberi sanksi sosial yang keras seperti itu, orang tersebut diingatkan dulu dengan baik sebelum diberi sanksi sosial yang keras.
Terus sebenarnya, apa inti postingan saya yang panjang lebar ini? Intinya menurut saya adalah, korban bullying itu, mau selemah apapun dia, dia adalah korban. Dia tidak salah. Yang salah adalah pembully-nya.
Sebaiknya korban bully/mantan korban bully diberi dukungan moril dan diberi bantuan oleh orang-orang disekitarnya untuk memperkuat dirinya. Jangan lupa cari tahu cara-cara penanganan untuk korban bullying pasca bullying.
Di dunia ini, memang ada kasta dan ragamnya, termasuk kasta sosial. Hanya saja, walaupun berbeda kasta, misalnya posisi anda lebih rendah, usahakan jangan sampai ada orang yang mengusik anda bahkan meski orang tersebut dari kasta yang lebih tinggi. Mereka boleh memandang anda lebih rendah, namun, jangan pernah biarkan mereka menginjak anda, meskipun anda ada di tempat yang lebih rendah. Anda dan dia ada di tempat yang berbeda, kedudukan yang berbeda, dan anda dan dia adalah orang yang berbeda. Jadi, anda dan dia harus berdiri sendiri-sendiri, tidak saling menginjak, meskipun tinggi kalian berbeda. *quote from me *saya berusaha untuk mempraktikkannya juga
Semoga pada praktiknya bisa dipermudah yaa.... Aamiin. Semoga kasus bullying lebih mendapat perhatian dan tidak diremehkan lagi. Karena ini bukan kasus yang sepele bagi korbannya.
Oiyaaa, sebaiknya setiap orang membaca artikel mengenai cara-cara pencegahan bullying dan tips-tips memantapkan kepribadian agar terhindar dari bullying.
Bagi orang yang berpotensi akan melakukan bully bahkan memang sudah merencanakannya atau melakukannya, saya tidak tahu mau berharap apa. Apakah jika saya tulis, saya berharap kalian mengurungkan niat kalian atau mundur, kalian akan mengurungkannya/mundur?
Dan bagi orang-orang baik hati yang kuat, jika disekitar anda terdapat kasus bullying, saya harap kalian tidak menutup mata saja atas kejadian tersebut dan bisa membantu korban dengan ikhlas untuk mengeluarkannya dari penderitaan bullying.
Untuk pihak ketiga (orang-orang yang lebih senior) yang menangani kasus bullying, saya harap kalian bekerja lebih serius dan teliti lagi jika menangani kasus bullying. Ungkapkan sampai benar-benar terungkap dan benar-benar basmi suatu kasus sampai ke akar-akarnya. Serta tolong usahakan agar keadaan korban pasca kasus terungkap tidak terganggu oleh "buntut-buntut" lagi.
Sekian dari saya, ini hanya sekedar opini. Mohon maaf jika ada yang kurang tepat. Dan jika ada perbedaan pendapat, harapan saya adalah mohon dihargai, karena ini pendapat saya.
Sampai jumpa di post berikutnya. Dadaaahhh....