Minggu, 30 Agustus 2020

Bagaimana Tips Menabung a la Kamu?

Dari kecil, saya cukup suka menabung (efek tak sengaja membaca beberapa artikel finansial), dengan berbagai variasi cara. Menurut saya, menabung itu macam permainan/game strategi soalnya, dan itu menarik 😂 saya menabung fokus utamanya bukan masalah nominalnya berapa, atau mau dipakai buat apa, tapi lebih menikmati aktivitasnya hahaha… Seru saja melihat sesuatu yang berprogress, meski secara nominal nggak bisa dibilang besar tabungan saya, tapi… ada lah, lumayan punya cadangan uang walaupun sedikit-sedikit.

Jadi saya mau coba bagikan tips saya deh. Tips menabung ala saya, antara lain…

  • Suka dulu, dan nikmati pelan-pelan. Jangan anggap menabung itu suatu beban, anggap saja akan/sedang melakukan suatu permainan.

Saya pribadi memang cukup menikmati menabung, karena dari awal saya pikir itu seperti permainan strategi, tapi di dunia nyata. Toh setelah sebagian uang saya tabung di awal—bahkan misal sesedikit apapun, yang penting saya ikhlas (biar nggak merasa beban) dan memang nyata sudah ada se per sekian uang yang saya tabung dari keseluruhan uang saya, berapapun yang saya ikhlas itu—sisa uangnya bisa saya hamburkan dengan puas kalau saya mau. Tapi… cuma kalau saya mau sih, soalnya metode menabung saya…

  • Menabung di awal, menabung di tengah, dan menabung di akhir.

Bagaimana maksudnya menabung di awal, menabung di tengah, dan menabung di akhir?

Begini, misal, misalnya saya punya uang jajan (ceritanya pakai uang jajan aja lah biar semua umur bisa nyambung) 500 ribu/bulan. Lalu misal saya sudah sisihkan 50–75 ribu untuk tabungan dan saya simpan di awal. Sisa 400 ribu untuk operasional saya dalam sebulan.

Eh tunggu? Yang sisa 25–50 ribu nya kemana?

Oh, itu sih sengaja disisihkan untuk sedekah/infaq/kemanusiaan/kemaslahatan lingkungan/dsb. Biar bagaimanapun, manusia kan makhluk sosial dan kalau bisa ada bantu-membantu untuk sesama yang membutuhkan dan lingkungan, minimal sekali tidak merugikan. Jadi hal yang macam itu sebaiknya tak terlupa. Biar tidak lupa dan tidak terpakai-pakai uangnya, lebih baik saya sisihkan khusus dari awal. Minimal ya segitu per bulan (maksudnya dalam contoh ini).

Buat yang sesama muslim, biar berkah juga uangnya, jangan lupa sebagian disedekahkan dengan ikhlas karena Allah SWT. Kalau yang uang penghasilannya sudah sampai nominal tertentu yang wajib membayar zakat profesi, jangan lupa zakatnya dikeluarkan dulu di awal biar nggak terpakai + sedekah juga sekalian kalau masih sanggup.

Ok, balik lagi ya ke contoh, jadi misal tadi operasional saya 400 ribu. Lalu, misal saya merenung lagi, 400 ribu dibagi 4, saya bisa pakai 100 ribu seminggu. Dan sepertinya dari 100 ribu seminggu, saya bisa lah menyisihkan 5.000 ribu per minggu. Jadi saya bisa menyisihkan 20.000 per bulan. Untuk operasional saya jadi 95 ribu saja per minggunya. Ini yang saya sebut menabung di tengah.

Lalu misalnya di akhir bulan, masih sisa 37.000, misal. Maka yang 30.000 bakal saya tabung juga, tapi beda wadah/celengannya dengan yang tadi 50–75ribu, dan yang 5.000/minggu. Sisa 7.000 nya saya masukkan ke jatah uang jajan bulan depan.

Jadi, seperti sempat saya sebut di poin sebelumnya, di awal saya sudah menabung, karena bagi saya, menabung itu lebih baik di awal. Tapi… misal di tengah bulan masih bisa menabung, dan di akhir bulan pun masih ada sisa, daripada dihamburkan, mendingan ditabung juga kan?

Itu cuma contoh saja sih, tapi saya rasa cukup mudah dipahami dan bisa disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Di sini saya tidak berfokus ke nominal, namun ke konsep + praktik nyata dari konsepnya. Konsepnya ya begitu, dan untuk praktinya, tak peduli berapapun nominal yang bisa disimpan, mau sedikit macam apa juga, simpan saja. Masih mending punya sedikit daripada tidak punya apapun samasekali, alias 0 rupiah. Mau misal, ini misal saja di awal bulan cuma bisa menabung 5.000 rupiah? Tabung saja! Mau di tengah cuma bisa menyisihkan 2.000 per minggu karena sisa recehan bayar parkiran, tabung saja! Mau di akhir bulan cuma bisa menabung 500 rupiah sekali pun, why not? Tabung saja! Tak masalah, itu masih mending daripada 0 rupiah.

Dan kalau misal menabung di bank yaa… untuk tabungan awalnya, ya tetap simpan saja di bank, entah di rekening yang sama atau ditransfer ke rekening lain. Tabungan menengah dan akhir, bisa dalam wujud cash misal uangnya sudah ditarik, bisa pula tetap di dalam rekening. Uang yang sudah berwujud cash ini pun kan bisa dikumpulkan hingga berjumlah sekian, lalu disetorkan lagi ke bank untuk menambah jumlah saldo rekening tabungan.

Jadi, mau menabung manual, mau di bank, saya rasa bisa-bisa saja pakai konsep ini. Konsep ini pun cukup fleksibel kok, karena saya tidak membatasi juga tabungan yang di awal itu untuk 1 tabungan saja atau bisa dipecah-pecah jadi beberapa jenis. Semua tergantung yang menabung sih. Macam misal 75 ribu itu dibagi 3, 25 ribu, 25 ribu, 25 ribu untuk masing-masing tabungan berbeda. Tak ada masalah sih.

Pokoknya saya tidak fokus di nominal dan angka-angka serta cara menabungnya manual atau melalui bank, tapi ke konsep menabung dan praktiknya. Menabung di awal, menabung di tengah, dan menabung di akhir.

  • Membuat beberapa tabungan sekaligus.

Saya tipe yang memecah belah tabungan, jadi nggak berfokus di satu. Memang jadinya pertambahan tabungan saya lambaaattt, namun enaknya… terpakai 1, masih ada yang lain dan yang lain tidak terdampak dari terpakainya salah 1 tabungan. Yang saya incar adalah: tabungan tidak mudah ludes dalam sekejap, karena saya kudu mikir-mikir dulu mau pakai yang mana dan seberapa banyak.

Biasanya saya memakai dari yang jumlah totalnya tersedikit dulu, kalau masih kurang baru yang banyakan. Tapi tergantung kebutuhan juga. Misal saya mau beli barang harga 267 ribu. Sedangkan saya punya 4 opsi:

A. Tabungan yang isinya 74.000

B. Tabungan yang isinya 150.000

C. Tabungan yang isinya 325.000

D. Tabungan yang isinya 572.000

Maka yang akan saya pakai yang C sih. Kecuali saya punya uang 53.000 cash untuk menambal kekurangan tabungan A dan B jika digabung (74+150=224) baru saya pakai tabungan A ditambah tabungan B.

Tapi misal nggak mau ribet, saya pakai tabungan C saja, karena menabung dari 0 lagi itu… rasanya malas sih hahaha…

Pokoknya intinya, tabungan yang paling besar nominalnya itu tak perlu diusik. Kecuali saya butuh barang harga 500 ribuan, baru saya langsung fokus ke tabungan D dan menjaga tabungan A, B, dan C agar tetap utuh tak ikut terpakai.

Tabungan-tabungan ini bisa saja saya bedakan berdasarkan tujuannya, tapi bisa juga hanya berdasarkan nominalnya saja. Misal saya punya wadah khusus tabungan 10.000/minggu, ada wadah lain yang isinya 20.000/bulan. Misalnya. Walau misal ditanya "apa bedanya tabungan 10.000 dan 20.000?" bisa saja saya menjawab tidak ada bedanya selain nominal dan periode pengisiannya, saya simpan ya simpan saja dulu misal memang belum butuh pakai uang. Untuk apa memaksakan menghabiskan uang, padahal misal saya belum tahu mau dihabiskan untuk apa yang memang berguna. Atau misal saya merasa sudah berkecukupan dengan saya yang seadanya saat ini, jadi buat apa boros?

  • Fokus pada konsistensi dan kontrol diri, bukan nominal tabungan.

Sudah saya sebut sebelumnya, tak perlu terlalu memikirkan nominal, yang penting simpan yang bisa disimpan.

Ok, tak bisa dipungkiri, jumlah nominal tabungan memang penting juga. TAPI… percuma juga kan kalau sudah menabung banyak, tapi baru menabung sebentar tahu-tahu sudah dipakai lagi duitnya sampai habis tak berwujud. Macam "celengan bocor" alias… sama saja seperti tidak menabung.

Jadi kalau bagi saya, jauh lebih bagus sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Dan TABUNGAN TIDAK DIGANGGU GUGAT KECUALI BETULAN DARURAT.

  • Hargai nominal dan frekuensi menabung, sekecil dan sejarang apapun.

Awalnya saya tidak begini amat, tapi lama-kelamaan saya begini. Hargai nominal dan frekuensi menabung, sekecil dan sejarang apapun. Karena sekecil dan sejarang apapun saya menabung, tapi misal masih konsisten (saya sudah sebut sebelumnya, kuncinya di konsistensi), suatu saat akan mulai terlihat wujudnya walau yaa… kecil, karena kan yang ditabung memang kecil. Tapi, balik ke prinsip awal saya, memiliki walau nominal kecil masih lebih baik/mending daripada tidak ada samasekali. Lebih baik masih punya 10 ribu rupiah daripada 0 rupiah kan?

Saya pernah sih punya tabungan begini, ada 3, saya namai tabungan 500, tabungan 1000 dan tabungan 2000. Ini nominal yang terkecil yang masih "laku" di pasaran. Saya membuat rules menabung sendiri bagi saya: minimal dalam seminggu saya harus memasukkan 1x ke celengan masing-masing: minimal 500 rupiah untuk celengan 500, minimal 1000 rupiah untuk celengan 1000, dan minimal 2000 rupiah untuk celengan 2000.

Jadi, ya begitu, minimal banget, paling minimal, saya harus menabung 3500 rupiah/minggu dan saya sebar di 3 wadah berbeda. Itu paling minimal saja ya, jadi misal mau saya tambah, misal saya 2x memasukkan uang dalam seminggu, atau misalnya saya memasukkan uang 5000 di celengan 2000, itu tak masalah juga. Yang jelas saya ada target paling minimal 3500 rupiah/minggu.

Hasilnya, dalam setahun, ya lama sih, tapi lumayan lah, saya bisa dapat beberapa ratus ribu dalam setahun.

Ini, saya coba beri prakiraan paling mendasarnya tuh dapat berapa:

500 x 4 x 12 = 24.000
1000 x 4 x 12 = 48.000
2000 x 4 x 12 = 96.000
Total = 168.000 rupiah/tahun. Biasanya kalau begini saya bulatkan lagi menjadi 170.000 atau malah 200.000 sekalian, lalu tahun-tahun selanjutnya tabungan ini tetap saya lanjutkan selama saya bisa.

Mari berandai-andai, misal tabungan yang hasil minimalnya 170.000/tahun ini saya lanjutkan konsisten sampai 3 tahun ke depannya, setidaknya saya sudah dapat 510.000. Dan kalau dilanjutkan sampai 5 tahun, dapat minimal 850.000.

Ya sedikit sih, tapi kalau diingat-ingat mendapatkan nominal tersebut hanya dari konsisten mengumpulkan uang yang dianggap "recehan" kan lumayan. Lumayan lho 850.000 buat tambah-tambah beli sesuatu. Atau bahkan misal harga emas batangan 0,5 gram masih seperti sekarang (di saat saya menulis ini) tuh bisa buat beli emas batangan yang paling kecil, lumayan lho malah jadi bisa investasi emas.

Ini misal saja sih, kan durasi menabungnya pun lama kudu menunggu 5 tahun dulu. Cuma yaaa gitu… memandangnya jangan dari "halah dari durasinya kelamaan", tapi dari "hooo… recehan aja bisa buat beli emas, apalagi kalau yang ditabung lebih banyak ya?"

Kira-kira begitu deh.

Pokoknya yaa… Menurut saya tabungan recehan itu tetap lumayan sih, daripada 0 rupiah.

Buat orang yang susah menabung dan sering merasa menabung adalah beban, atau yang merasa uangnya sedikit, saya rasa salah 1 atau ketiga tabungan ini sekaligus, bisa dicoba. 500, 1000, atau 2000 rupiah per minggu. Per minggu ya, bukan tiap hari. Kurasa harusnya nggak beban sih, setidaknya nggak segitunya amat beban macam 2000/hari misalnya.

Ya memang karena frekuensinya jarang dengan nominal tak seberapa, tentu pertambahan jumlahnya jelas lambaaattt. Namun, balik lagi ke prinsip: masih mending ada sedikit daripada 0 rupiah.

Yah, prinsip menabung ala saya memang begitu.

Pernah juga saya iseng menabung recehan 100 dan 200 rupiah, dengan frekuensi bebas, alias sedapatnya saja. Kan menemukan 100 dan 200 itu susah, biasanya cuma dari kembalian belanja. Itu pun biasanya orang menggerutu kan jika diberi recehan 100 dan 200?

Dulu saya pernah kumpulkan sampai sekitar 1 tahun, lalu ketika ibu saya bilang mau menukarkan recehan di minimarket, saya ikutan nebengin uang saya itu ke ibu saya. Eh, lumayan, bisa dapat 30 ribu lebih ternyata cuma dari mengumpulkan recehan 100 dan 200 saja. Hahaha…

Pernah juga saya iseng menabung 2000 rupiah dalam frekuensi bebas, minimal sebulan sekali. Itu memang tabungan iseng sih, not serious. Hasilnya, setahun 54 ribu. Yah, not bad lah.

Pernah juga menabung 5.000 tiap bulan, jadi setahun dapat 60.000, lumayan sih, setelah 3 tahun saya punya 180.000, tapi lupa terpakai buat apa atau malah saya gabungkan dengan tabungan lain mungkin.

Nah, tabungan yang receh-receh begitu kalau digabung nantinya, bisa jadi lebih banyak nominalnya. Jadi tabungan agak besar. Atau… kalau mau pakai untuk tambah-tambah beli keperluan misalkan uang daily sudah habis, pasti saya rogoh yang recehan dulu. Jadi uang tabungan utama saya tak perlu diganggu gugat.

Sama ya mungkin itu tadi, macam yang sudah saya sebut, kalau nominalnya sudah cukup, sampai bisa lho buat beli emas batangan. Atau dipakai modal usaha mungkin, atau investasi lain lah, apa lah.

Oiya, omong-omong zaman sekarang cashless ya? Yah, kalau uang recehnya sudah agak banyak, lumayan buat top up saldo juga terus dipakai jajan, atau yaa… simpan saja sih.

Setor di bank juga bisa, tapi cuma kalau sudah sebanyak sekian hahaha…

  • Lupakan setelah menyimpannya, anggap kau tak pernah menggenggam uang tersebut barang sedetik pun.

Kunci agar uangnya tak terganggu gugat setelah disimpan, biar tidak "celengan bocor" tuh disini. Simpan dan LUPAKAN!

LUPAKAN kamu pernah punya 500 di awal bulan, ingat saja kau hanya punya 400 ribu (karena sudah dipotong 100 ribu di awal untuk tabungan dan sedekah).

Atau LUPAKAN kamu menabung 5.000/minggu. Ingat saja, uang mingguanmu memang hanya 95 ribu.

Atau LUPAKAN kamu menabung sisa uang jajan bulan kemarin. Ingat saja uangmu sudah habis tak ada sisanya.

Atau LUPAKAN kamu menabung 500, 1000, dan 2000 tiap minggunya. Ingat saja 3.500 itu sudah dipakai buat bayar parkiran.

Dsb.

Intinya, lupakan setelah menyimpan. Bukan, bukan lupakan letak celengannya itu dimana, tapi lupakan pernah menabung dengan nominal sekian. Ingat saja jumlah uangnya hanya ketika membuka celengannya untuk memasukkan uang, atau menukar uang receh dengan uang yang nominal lebih besar, atau uang lama dengan uang baru.

Saya pribadi malah tidak menyarankan memakai celengan yang sulit dibuka-tutup. Saya malah senang soalnya uang saya mudah diakses TAPI mindset saya yang sulit mengakses uangnya hahaha… karena dengan celengan/wadah yang mudah dibuka tutup, saya bisa mudah menukar recehan saya dengan nominal lebih besar, dan hal tersebut malah membuat saya merasa "sayang" untuk memakai uang itu.

Misal saya menabung 500 an. Suatu hari ketika saya hitung, ternyata sudah ada 20 ribu. Saya tukar lah recehannya dengan selembar 20 ribu. Nah, saya akan semakin sayang untuk menggunakan 20 ribu itu untuk beli-beli sesuatu, saya malah akan gemas menunggunya menjadi 50 ribu suatu hari nanti, lalu saya tukar lagi. Lalu menunggu lagi hingga 100 ribu untuk saya tukar lagi, dst. XD

Ini kalau saya sih, nggak tahu kalau orang lain, hahaha… menurut saya sih, seni dan kenikmatan menabung ya memang disitu, melihat progress uangnya hahaha.

Ada lagi alasan lain saya tidak mau menggunakan celengan/wadah yang sulit diakses. Kisah ini dialami sepupu saya sendiri. Ia menabung dari kecil, sepertinya lebih dari 6 tahun, apa malah sampai 12 tahun belum dibuka gitu. Ketika dibuka… ya jumlah uangnya banyak sih, tapi… isinya mayoritas uang lama :") hahaha…

Malah sia-sia tabungannya, karena uang lama tersebut sudah tak berlaku sejak 2 tahun silam. Dari peristiwa tersebut, tentu saya mengambil pelajarannya.

Cuma ya begitu, dengan celengan yang mudah dibuka tutup, kontrol diri sendiri yang harus betulan diatur biar nggak mudah tergoda mengakses tabungannya.

Dan salah satu alasan saya memecah belah tabungan juga yaa… itu. Biar kalau 1 tabungan terakses, yang lain masih aman tak terjamah.

  • Bisa menabung dengan tujuan di awal, boleh juga tidak/belum ada tujuannya atau tujuannya sambil jalan.

Sering saya bertemu orang yang bilang: "Ngapain punya uang disimpan-simpan begitu doang, mending uangnya dipakai buat apa gitu, atau sekalian diputar buat bisnis."

Ya tentu omongan dia benar yang soal bisnis, tapi yang soal dipakai buat apa gitu, saya nggak setuju sih.

Jadi maksud saya begini… yang soal bisnis, saya setuju. Karena uang paling bagus memang yang berputar jadi modal usaha dan menghasilkan. Tapi… berbisnis kan nggak semudah itu juga, maksudnya nggak bisa gegabah walau tak boleh terlalu lama pertimbangan juga, dan nggak semua orang berbakat.

Jadi selama orang belum yakin atau anggap belum mampu berbisnis, yaa… daripada uangnya dihamburkan begitu saja, masih lebih baik kalau ditabung. Mungkin nantinya tabungannya kan bisa buat investasi atau bagaimana misal nominalnya sudah terkumpul sekian. Atau minimal sekali, harusnya orang yang punya tabungan itu nggak punya utang pada orang lain ya, jadinya nggak merepotkan orang lain gitu.

Gitu deh, tetap saya lebih mendingan orang menabung, bahkan misal tanpa/belum ada tujuan sekalipun, daripada orang yang sedang nggak ada tujuan, lalu… ya sudah. Uangnya dipakai-pakai saja, dihamburkan untuk jajan, hiburan, dan sebagainya yang cuma "begituan doang".

Ya melakukan "begituan doang" nggak masalah sih misal ada uangnya, tapi saya pribadi tipe orang yang cuma mau bersenang-senang dengan sisa uang setelah saya tabung sebagian sih.

Namun di sekitar saya, cukup banyak orang yang begini nih. Misal dia mau beli hp baru, maka dia akan menabung. Misal sudah punya atau nggak butuh hp baru? Ya sudah, nggak akan menabung. Mau baju baru, dia nabung. Kalau sudah punya atau nggak butuh lagi, ya sudah nggak nabung lagi. Jadi menabungnya temporer begitu.

Ya sebetulnya pada akhirnya nggak masalah sih, wong uang dia, selama dia nggak merugikan saya karena habitsnya itu sih, yaudah gapapa. Cuma saya agak menyayangkan saja, uang orang itu masalahnya cukup banyak. Sedangkan di sisi lain, saya tahu banyak juga orang yang nggak bisa menabung, bukan karena nggak mau, tapi nggak bisa karena memang nggak ada uang yang buat ditabungnya, pasti terpakai untuk menambal kebutuhan hidup. Ya kalau kasus yang begitu sih, itu bisa dimaklumi kalau tak punya tabungan. Tapi yang terlalu foya-foya ini lhooo… hahaha…

Cuma nggak apa sih, intinya selama dia masih punya uang untuk foya-foya, foya-foyanya nggak merugikan orang lain, itu nggak masalah. Wong uang ya uang dia gitu. Pokoknya selama dia nggak merugikan saya, saya bodoamat. Atau malah saya turut senang, kan dia punya uang cukup bahkan berlebih untuk menikmati kemewahan dalam hidup, patut disyukuri sih. :)

Tapi misal udah ke tahap meminjam uang teman cuma buat menutupi lifestyle… wah, itu merugikan temannya sih. Saya nggak sukanya orang begitu hahaha…

Lah, malah melenceng hahaha 😅 tapi intinya begini…

Misal memang punya uang/merasa punya/dipunya-punyakan, usahakan tidak menabung temporer, namun jangka panjang. Tak masalah belum ada tujuannya, tabung saja dulu misal memang punya uang. Lagipula, bukankah sering kita menginginkan sesuatu ketika sedang tak punya uang? Dan sebaliknya, ketika sedang punya uang malah tak ingin apapun.

Saya mengilustrasikannya begini…

Lebih pilih mana, mau punya barang baru saat ini tapi harus menabung dulu dan terbeli tahun depan, atau mau punya barang baru dan bisa langsung beli karena uang tabungannya sudah ada? :)

Saya sih kalau bisa tipe orang yang lebih suka "ada uangnya aja dulu, perkara nanti mau diapakan ya itu urusan nanti".

Jadi, tujuan menabung itu bisa belakangan juga kok, nggak melulu menabung itu harus selalu ada tujuannya dan sistemnya temporer.

  • Menabung untuk investasi dan/atau bisnis.

Khusus orang yang nominal tabungannya sudah cukup untuk memiliki deposito, emas batangan, reksadana, dan hal-hal lain semacamnya, bisa lah uang tabungannya dialihkan sebagian ke hal macam ini, jadi nggak hanya berwujud uang.

Yang ada bakat bisnis juga bisa tuh sebagian tabungan dialokasikan ke sini.

  • Buat jatah tabungan khusus social events dan/atau utang-piutang.

Alhamdulillahnya sih orang-orang di sekitar saya nggak terlalu gemar berurusan dengan utang piutang, nggak tahu kalau yang di sekitar orangtua saya. Tapi entah sejak kapan, saya membuat tabungan khusus social events dan utang piutang ini. Jadi… misal ada orang mau pinjam uang, atau ada event yang butuh bayar-bayar begitu, saya bisa ada uangnya, merogoh dari sini. Sehingga walaupun ngutangin orang lain ataupun bayar iuran atau mengisi amplop, nggak bakal segitunya mengganggu kestabilan keuangan saya. Kalau tabungan ini suatu hari kosong? Yhaaa monmaap, udah gabisa bantu lagi, uangnya udah habis soalnya, gapunya duit. (Tapi sebenarnya tergantung alasan orang itu minjam uang juga sih, sedikit fleksibel saya soal ini).

Membantu orang lain tentu bagus, tapi jangan sampai malah diri sendiri yang terseok-seok, apalagi misal yang dibantu ternyata… dari golongan manusia yang nggak tahu diri wkwkwk. Kita sendiri susah payah mencari atau mengumpulkan duit biar mandiri nggak merepotkan orang lain, biar nggak perlu ngutang, kok orang ada gitu ya seenaknya minjam tapi ngelunjak -_- hahaha. Orang begini kalau bisa jangan terlalu dikasih hati, kecuali emang kita merasa udah terlalu berkecukupan dan emang ikhlas, yaudah gapapa kasih aja dia pinjaman bahkan walau nggak dibalikin lagi wkwkwk

  • Mungkin ini terakhir ya, jangan lupa sedekah/infaq/berbagi untuk orang lain, lingkungan, maupun kemaslahatan bersama.

Di awal sudah sempat saya singgung sih, tapi diulang lagi di akhir nggak masalah kan? :)

Jangan lupakan berbagi kepada orang lain dan lingkungan. Karena bisa saja rezeki mereka ditakdirkan hadir melalui perantara tangan kita. Who knows?

Kalau dalam Islam sih biar berkah juga.

Dan buat muslim yang sudah wajib zakat, jangan lupa bayar zakat profesi ya.


Panjang juga yaaa tulisan ini, pantesan berminggu-minggu nggak selesai-selesai. XD pegel euy.

Sekian tips menabung versi saya, semoga ada manfaatnya. :) happy savings money!

30/08/20

*telah ditulis di suatu akun pribadi saya

Senin, 24 Agustus 2020

Manusia Jembatan

Manusia Jembatan
-adoralic-

Aku Sang Manusia Jembatan
Berada di pertengahan
Berada di perbatasan
Menyambungkan dua kutub yang berlawanan


Aku bisa ke sini, aku bisa ke sana
Ke manapun yang aku mau
Sayangnya, tak bisa terlalu jauh
Meski mudahnya, aku mampu mengerti semua

Aku yang peka terhadap pola pikiran
Aku pula yang peka terhadap pola-pola jiwa
Dan mencatatnya dalam suatu catatan khusus
Yang tersimpan dalam benakku

Aku adalah Sang Manusia Jembatan
Yang mencatat pola
Yang merincikannya menjadi titik
Sekaligus yang menemukan titik-titik lain dan menggabungkannya dalam suatu pola

Aku adalah Sang Manusia Jembatan
Yang mencatat pola
Yang memanfaatkannya untuk menjembatani
Sesiapa yang butuh menyebrang arus

*25 Agustus 2020
Hai diriku, kau adalah salah satu manusia jembatan yang berbakat. Pertahankan!

Minggu, 23 Agustus 2020

Midnight Poem part 3 (20)

Apalagi Kamu
-adoralic-

Seharian kemarin diriku bersedih
Sedih, karena mendadak ditinggalkan seseorang
Lagi-lagi aku ditinggalkan orang yang berarti bagiku
Dan ujung-ujungnya mengadu padamu pula

Sedih diriku karena kehilangannya
Biar bagaimana pun kami cukup mendalam
Kemudian kusangkut pautkan denganmu
Lalu mulai kuberpikir

Apalagi kamu
Bagaimana jika kamu yang pada akhirnya meninggalkanku?
Apalagi kamu
Ditinggal dirinya saja aku sesedih ini

Apalagi kamu
Bintang jatuhku yang kuharap tak kembali ke langit
Apalagi kamu
Sayangku yang kuharap selamanya

Kuharap kepergian dia pertanda yang baik
Dia memang pergi
Namun kamu tidak
Kamu menetap selamanya denganku

Aku yakin doaku akan dikabulkan Tuhan
Kita akan terus bersama, karena kita...

*24 Agustus 2020
Dear My Master, I love you ♡
Pasti amat sangat menyedihkan sekali misalkan kita suatu hari nanti harus berpisah :") tapi sampai sekarang aku masih yakin itu takkan terjadi. Aku yakin kamu jodohku, yang dikirimkan Allah untuk kuperjuangkan agar bisa menjadi "Sayangku untuk selamanya". Semoga doaku yang ini akan dibalas persis seperti doa itu, bukan dibalas dengan yang lain. Semoga memang kita yang terbaik, hingga Allah memberiku kamu, dan kamu diberikan aku. Aamiin yaa rabbal aalamiin.

Bagian dari Midnight Poem another side: Sajak untuk (mantan) Calon Tuan Keempat

Hubungan Tak Terduga
-adoralic-

Pada suatu hari
Tak sengaja kutemukan rangkaian katamu
Ajaib rasanya
Kutangkap nuansa lembut di dalamnya

Sekali dua kutemukan, rupanya masih berlanjut
Banyak, banyak permainan katamu yang tertangkap mataku
Berseliweran di linimasaku
Memanggil-manggil mataku untuk membacanya

Kau yang menulis dengan baik
Pemilihan katamu yang menarik
Dan ajaibnya nuansa lembutmu merasuk
Menjadikan hatiku berderak

Kau yang lembut dan santun
Sekaligus pemikir mendalam
Membuatku perlahan terpesona
Hingga sanggup kulihat "cahaya" dalam tulisanmu

Seolah tak ingin berakhir begitu saja
Pesonamu tak lekang oleh genre
Kisah lucu pun mampu kau gulirkan
Membuatku makin terkagum

Kau adalah sosok yang "sempurna" bagiku
Indah luar dalam tulisanmu
Bercahaya dan menggerakkan hati pembacamu
Kurasa sosok aslimu pun demikian

Dan ketika bisa mengenalmu pribadi
Tak kusangka kita malah cocok
Jauh lebih cocok dari dugaan awalku
Bahkan kau pun sampai mengakuinya pula

Tak hanya aku, kau pun rupanya merasakannya
Sejak awal kita saling mengenal
Sejak aku tertambat tulisanmu
Dan kau tertambat ujaranku

Perlahan namun pasti, kita seolah berteman
Kuanggap seolah, karena aku takut
Takut melenceng lebih dari seharusnya hanya teman
Dan takut tak dianggap kawan olehmu

Aku memiliki orang lain, sosok yang kucinta
Yang kurasa mencintaiku pula
Aku menjaganya sebagaimana pula ia
Kau pun kuberitahu itu bukan?

Dan kau memang temanku, memang temanku
Kau anggap aku teman, perlakukanku dengan baik
Meladeniku dengan keramahan
Dan kadang tercengang dengan kepekaanku

Kita cocok dalam cukup banyak hal
Kian lama kian dekat
Hingga tiap kali aku takut aku akan menjauhimu sejenak
Agar bisa kembali biasa

Kita cocok sedari awal
Apalagi sehabis bertukar guratan tangan
Aku tahu kita "terkait", kita memang mirip
Jiwa kita memiliki kemiripan, itulah kecocokannya

Entah kau punya "rumah" atau tidak
Kurasa mungkin punya, jikalau aku mencarinya
Hanya saja sengaja tak perlu kucari
Setidaknya tak dalam waktu dekat

Mencoba kunikmati hubungan yang lebih mengandalkan "kebetulan" ini
Kebetulan mataku bertemu tulisanmu
Kebetulan matamu bertemu tulisanku
Kebetulan kutinggalkan jejak komentar

Kebetulan kau balas komentarku
Kebetulan kau mengomentariku
Kebetulan kita sama-sama rehat
Dan kebetulan kita sama-sama muncul kembali

Kebetulan, hanya kebetulan
Karena memang sedari awal ini adalah hubungan tak terduga
Hubungan yang tak pernah disangka
Namun jelas hubungan yang baik

Dan... sebagaimana awalnya tak terduga
Akhirnya pun tak terduga
Hari ini tiba-tiba kau mengucapkan salam perpisahan
Padaku, yang rupanya kau anggap teman baik pula

Padahal aku sempat takut tak dianggap
Padahal aku sempat risau bilamana dijauhi olehmu
Namun rupanya tidak, kita memang sama
Semua yang kurasakan, kau rasakan pula

Kita adalah teman, teman yang baik
Kita cocok, kita saling mengenali
Kita saling mengerti, saling memahami
Dan saling menganggap

Akankah nantinya kita saling merindukan?
Atau setidaknya saling mengenang?
Atau malah seperti pesanmu
Saling berharap bisa bertemu kembali di lain kesempatan?

Aku berharap, sangat berharap
Dan aku yakin kita masih ada kelanjutannya
Kita mungkin berpisah di sini
Namun sesungguhnya perpisahan ini adalah awal dari segalanya

Seperti aku, kurasa kau pun cukup yakin
Walau masih lama, kelak kita akan bertemu lagi
Pertemanan kita masih berlanjut
Dan masih ada pertemuan lainnya di masa depan

Meski entah pertemuan singkat kembali
Seperti saat ini
Atau malah lebih singkat lagi
Atau malah pertemuan yang lebih lama

Atau malah... pertemuan yang menetap?

Yang mana pun, aku yakin, kita masih akan bertemu lagi
Dimanapun, kapanpun, dan sebagai apapun
Semoga pertemuan kita selanjutnya adalah pertemuan yang baik
Seperti pertemuan pertama kita

Jaga diri baik-baik kawan
Aku pun akan menjaga diriku
Dan kelak, akan kutemukan kau kembali
Seperti awal mulaku menemukanmu

*23 Agustus 2020
Dear Sang Mawar alias (mantan) Calon Tuan Keempat di midnight poem, terimakasih sudah menganggapku sebagai temanmu juga. Semoga suatu saat nanti kita betulan bisa berjumpa lagi ^^ Aamiin yaa rabbal aalamiin.

Dan ini adalah bunga ciri khasmu, 3 tangkai mawar merah ahahahaha :D


Semoga suatu saat nanti aku bisa melihatnya lagi, Aamiin. :D

Apa yang Membuatmu Menangis Hari Ini?

Tulisan ini kutuliskan untuk teman baikku, sekaligus (mantan) Calon Tuan Midnight Poem keempat. :)

*****

Setelah seharian kemarin menerka-nerka "bakal ada yang pergi", akhirnya pagi-pagi saya dapat DM dari seseorang yang…

Saya bingung mendefinisikan hubungan kami. Lebih tepatnya, saya selalu berusaha less expectation ke orang lain.

Orang lain itu cuma datang sementara kalau lagi sama-sama ada perlu aja, sebaik apapun hubungan kita, nanti juga mereka pergi, jangan berekspektasi apalagi sampai berlebihan menganggap orang lain spesial. Kecuali sudah ada suatu peristiwa yang "membuktikan".

Sampai tanpa sadar, pemikiran tersebut kadang malah membuat saya memperlakukan orang yang sebenarnya saya anggap penting seolah-olah dia/mereka tidak penting.

Saya sudah mulai muak terluka, malas mengobatinya, karena makan waktu tak sebentar.

Jadi anggap saya tak suka ditinggal, tapi tanpa sadar malah saya yang bisa meninggalkan duluan agar tak ditinggalkan. Sebelum saya terlanjur tak sanggup meninggalkan.

Hahaha…

Jadi, saya dengan teman saya ini pun begitu. Saya less expectation ke dia. Hubungan kami selama ini baik, baik kok. Malahan keren, kami nyambung. Bahkan meski hanya berinteraksi melalui kolom komentar, tanpa pernah DM samasekali, tapi saya merasa nyambung dengan dia.

There is something between us. There is soul connection, I knew it, and maybe he realized the same.

Tapi… nggak sih, maksudnya dia sadar, tapi kukira dia tak sepeka saya hahaha. Cuma memang selama ini dia selalu merespon saya dengan baik, dan dia memang orang yang peka juga. Saking baiknya, sampai kami dengan ajaibnya bisa jadi kakak-adek di kolom komentar 😂 ya soalnya memang cukup seru tiap kali kami komen-komenan.

Namun awalnya saya anggap dia merespon itu hanya bagian dari keramahan saja. Sudah kubilang, saya less expectation. Saya memang menganggapnya teman, tapi siapa tahu dia cuma anggap saya hanya salah satu dari sekian banyak komentator yang kebetulan pernah ia komeni atau pun pernah ia balas kan? Soalnya dia memang ramah ke siapa saja.

Jadi saya anggap, disini yang "berharap" cuma saya. Saya belum tentu "dianggap" olehnya.

Suatu hari, harapan saya akan pertemanan kami mulai bertambah. Namun harapan itu langsung saya tepis. Godaan untuk berusaha makin akrab muncul, tapi ujungnya saya malah makin menahan diri dan mulai jaga jarak.

Kalau memang dia mau berteman denganku juga, tak perlu aku yang mendekat, dia juga akan melakukan yang sama. Setidaknya yaa… kami biasa saja gitu, tak perlu ada yang mendekati, saling komen saja misal kebetulan sedang "bertemu".

Lalu, entah perasaan saya, dan saya juga tak tahu ini perasaan settingan saya sendiri agar "kebal", atau memang firasat saya, dia pun seolah mulai menjauhi saya.

Ok, tak masalah. Memang kami kan cuma kebetulan waktu itu saling beramah tamah. Memang ada "soul connection", tapi… kehidupan di dunia ini pun terdiri dari beberapa opsi terbatas yang tersedia untuk dipilih. Nah, untuk saya dengan dia, kan bisa memilih, koneksinya mau diabaikan saja atau ditanggapi. Hahaha…

Anggap kami mengabaikannya, atau saya yang mengabaikannya dan dia sendiri tidak tahu soal ini. Jadinya… kami merenggang (?) atau yaa… tak kunjung "bertemu" lagi.

Hingga tadi pagi, saya dapat DM…

Menurut saya pribadi itu… bittersweet sih.

Dia… "pamitan" pada saya.

Dan ketika saya coba tanya teman saya yang kenal dengan dia juga, teman saya tidak mendapat DM seperti saya.

Saya tidak tahu siapa lagi yang dia pamiti selain saya, apakah ada juga atau malah tidak ada. Namun, saya termasuk salah seorang yang di DM.

Dan seperti saya bilang sebelumnya, menurut saya itu bittersweet.

Bukan bittersweet yang ini sih, kalau ini sih American Bittersweet Vine hahaha…

Bittersweet… karena…

Di satu sisi saya jadi sadar bahwa ternyata selama ini saya juga dianggap temannya, dan cukup dihargai sampai dia pamitan di DM segala. Padahal bahkan sebelumnya kami nggak pernah merambah ke DM lho (selain memang nggak ada keperluan, saya juga sengaja menahan diri untuk "membuat keperluan").

Sebenarnya sangat wajar kalau dia "pergi ya pergi aja gitu, gausah pamitan". Toh kalau dilihat secara kasat mata kami tak segitu dekatnya sampai ke level perlu pamitan.

Yaiyalah… Temanannya di komentar, pamitannya malah lewat DM, malah aneh nggak sih? HAHAHA…

Tapi, entah dia memang baik dan sopan, atau memang betul saya dianggap cukup penting untuk dipamiti, dia sempat pamit dulu pada saya. Saya merasa dihargai sih, terharu. :")

Itu sisi sweet nya. Saya jadi tersadar kalau kami memang sama-sama saling menganggap penting satu sama lain. Bukan cuma saya yang menganggap dia. Malahan mungkin dia lebih menghargai saya lebih dari yang saya kira. Rupanya "yang kemarinan" itu bukan cuma keramahan dan sopan santun belaka, memang cukup ada maknanya buat kami masing-masing.

Sisi bitter nya… saya lagi-lagi ditinggal oleh teman yang saya senangi. Hahaha… :") dan saya justru malah jadi merasa "kehilangan" karena di DM olehnya T_T mendingan gausah DM samasekali, saya malah bakal biasa aja, palingan cuma bertanya-tanya: "Dia ini kemana ya, udah lama nggak muncul deh, kangen tulisannya."

Di DM (mana pesannya berasa deep friendship banget) begitu malah bikin saya jadi sedih. Bukan sedih karena nggak merelakan dia pergi—padahal demi kebaikan dia, tapi lebih ke… apa ya?

Ya bittersweet itu. Ketika saya merasa sedang jaga jarak dari dia dan berusaha nggak menganggap dia, dianya malah pamitan, hingga saya jadi merasa senang karena dianggap sekaligus sedih karena ditinggal. Haduuu… :"

Begitulah pokoknya, karena perasaan saya campur aduk tiga hal sekaligus, akibatnya saya menangis sepagian ini. Nggak kuat. :"

Huhuhu… my dongsaeng. Semoga kita masih ada jatah takdir berjumpa lagi ya, kawan. Aamiin. Dan semoga seperti harapmu, radarku masih "peka" seperti sekarang supaya masih bisa mengenalimu misal kita berjumpa lagi. :) hehehe… Atau misal kamu yang "menemukanku" duluan, boleh lah menyapaku duluan hahaha. :D

Yah, pokoknya semoga misal kita bisa "berjumpa" lagi untuk yang kedua kalinya, macam di cerpen yang sempat kita bahas, kita bisa saling mengenali, sehingga "perjumpaan" nya nggak cuma sebatas papasan doang macam di kisah cerpen itu. Hahaha :D semoga bisa balik akrab jadi dongsaeng-nuna kayak sebelumnya :) Aamiin.

Thanks for being my nice friend, my lil bro, my dongsaeng, mantan calon papa angkat hahaha :D I think, I'll remember you for a long time. :) hihihi…

Oiyaaa… jadi ingat tulisanmu yang ini…

Maaf ya aku malah nggak "menemanimu" sampai akhir :") hahaha. Kalau tahu bakal begini, "kutemani" deh. Tapi sepertinya memang kita belum sampai levelan ini sih. Semoga suatu saat ada kesempatan untuk memperbaikinya. Aamiin. Atau minimal yaa… kita berteman lagi misal masih ada kesempatan bertemu lagi di masa depan hahaha :D

Pokoknya, aku berharap kita bisa ketemu lagi sih, walau mungkin kayak katamu, mungkin masih lamaaaa hahaha 😂

:) hehehe… Semoga dimana pun kamu berada sekarang, kamu baik-baik saja. Good luck! ^^


Sekalian memenuhi ucapanku yang pernah terlontar, namun belum terealisasi hingga kini. Nggak bisa tag kamu, bikin tulisan tentangmu aja deh. Hahaha… ðŸ˜‚

23/08/20

Your sister, your buddy :)

*disalin dari suatu akun pribadi saya.

Cerpen Haruki Murakami: Dia yang 100% Sempurna

Aku tahu suatu cerita pendek yang bagus, dari seseorang yang cukup berarti bagiku. Ia adalah teman baikku, sekaligus orang yang kujadikan kandidat Calon Tuan Midnight Poem keempat--baru calon aja sih. Kusebut dia Sang Mawar. Tapi mungkin sekarang ia adalah Mantan Calon Tuan Keempat, atau entahlah... karena tiba-tiba ia pamit "pergi" dariku.

Namun, selain pamit untuk "pergi" dan menduga kami takkan bertemu untuk waktu yang panjang, ia sekaligus masih membuka harapan, siapa tahu suatu saat kami bisa berjumpa lagi dan saling mengenali, kemudian berteman baik kembali seperti sebelumnya. Seperti kisah pada cerpen yang pernah ia sadur.

Seperti kisah pada cerpen yang pernah kami bahas bersama.

Seperti tema cerita yang kami senangi, karena menyentuh hati dan membuktikan ikatan takdir memang bisa meliputi.

Berikut kisahnya, kusadur dari akunnya...

*****

Dia yang 100% Sempurna
-Haruki Murakami-

Suatu pagi yang cerah di bulan April, di pinggiran jalan sempit di Harajuku, sebuah area perbelanjaan di Tokyo, aku berjalan melewati seorang gadis yang 100% sempurna.

Sejujurnya, dia tidak terlalu cantik. Dia juga tidak terlalu menyolok. Pakaian yang dikenakannya tidak terlalu spesial. Dan rambutnya masih menyisakan jejak ranjang seolah tak disisir merata. Dia juga tidak terlalu muda, kuperkirakan usianya sekitar 30 tahun, dan sebenarnya tidak cocok dipanggil dengan kata ‘gadis’. Meski begitu, aku tahu saat melihatnya dari kejauhan 0.05 kilometer : Bahwa dia adalah gadis yang 100% sempurna untukku. Begitu aku melihatnya, ada gemuruh yang timbul di dadaku, lalu mulutku mendadak kering seperti padang pasir.

Mungkin Anda punya tipe gadis favorit dan dia mungkin memiliki pergelangan kaki yang ramping, atau sepasang mata yang besar, atau jemari yang lentik, atau Anda menyukai seorang gadis yang selalu menghabiskan waktu lama sekali untuk bersantap, entah kenapa. Aku juga punya tipeku sendiri. Sesekali, saat aku ada di sebuah restoran, aku sering curi-curi pandang ke arah gadis yang duduk di meja sebelahku hanya gara-gara aku menyukai bentuk hidungnya.

Namun bagi seorang laki-laki yang hatinya telah kepincut, maka gadis yang 100% sempurna itu takkan ada tandingannya. Walau aku suka memperhatikan bentuk hidung orang, namun aku tidak ingat bentuk hidung gadis yang sempurna itu atau apakah dia punya hidung sama sekali. Yang kuingat dengan pasti adalah gadis itu bukan gadis tercantik sedunia. Aneh, kan?

“Kemarin, di jalan, aku melewati seorang gadis yang 100% sempurna,” ujarku pada seseorang.

“Masa?” sahut orang itu. “Cantik?”

“Tidak juga.”

“Kalau gitu dia tipe kesukaanmu?”

“Entahlah. Aku bahkan tidak ingat terlalu banyak hal tentang dia seperti bentuk matanya atau ukuran dadanya.”

“Aneh.”

“Aneh sekali.”

“Lantas,” tutur lawan bicaraku yang mulai bosan. “Apa yang kau lakukan? Menyapanya? Atau membuntutinya?”

“Tidak. Aku hanya numpang lewat di hadapannya.”

Gadis itu berjalan dari arah timur ke barat, sedangkan aku dari barat ke timur. Sungguh pagi yang cerah di bulan April.

Seandainya saja aku bisa menyapa dia. Aku hanya butuh setengah jam: untuk bertanya tentang siapa dia, lalu aku kan memberitahukan siapa aku, dan yang sangat ingin kulakukan menjelaskan kepadanya tentang betapa rumitnya cara kerja takdir untuk mempertemukan aku dan dia di pinggiran jalan di area Harajuku di sebuah pagi yang cerah di bulan April tahun 1981. Kejadian ini tentunya melibatkan banyak rahasia yang tidak kita ketahui seperti jam antik yang dibuat saat perang dunia usai.

Setelah mengajaknya bicara, kami akan pergi makan siang bersama, lalu menonton film besutan Woody Allen di bioskop, dan dilanjutkan dengan acara minum-minum di bar hotel. Bila keberuntungan ada di pihakku, kami akan mengakhiri kebersamaan ini di atas ranjang.

Kemungkinan-kemungkinan yang belum terjamah itu mengetuk pintu hatiku.

Sekarang jarak di antara kami menyempit jadi 0.013 kilometer.

Bagaimana sebaiknya aku mendekati dia? Apa yang harus kukatakan?

“Selamat pagi, nona. Maukah kau menyisihkan waktu selama setengah jam untuk berbincang?”

Konyol. Aku terdengar seperti salesman asuransi.

“Permisi, apakah kau tahu tempat cuci baju yang buka sepanjang malam di sekitar sini?”

Tidak, sama saja konyolnya. Aku juga tidak bawa baju kotor. Siapa yang akan percaya?

Mungkin aku harus jujur. “Selamat pagi. Kau adalah gadis yang 100% sempurna untukku.”

Tidak, dia takkan percaya. Atau bila dia percaya, dia mungkin takkan mau berbincang denganku. Maaf, dia akan berkata padaku, aku mungkin gadis yang 100% sempurna untukmu, tapi kau bukan pemuda yang 100% sempurna untukku. Bisa saja kan? Dan jika aku berada dalam situasi itu, hatiku pasti hancur. Aku takkan pernah bisa mengatasinya. Usiaku 32 tahun dan di usia sepertiku seharusnya aku bisa menerima penolakan dengan dada lapang.

Kami melewati sebuah toko bunga. Udara pagi berembus ringan dan membelai kulitku dengan kehangatan. Lapisan aspal di bawah kakiku tampak lembap dan aku mencium sekelebat wangi bunga. Aku tidak berani menyapa gadis itu. Ia mengenakan sebuah sweater berwarna putih dan di tangan kanannya ada secarik amplop putih yang hanya butuh perangko saja untuk diposkan. Jadi: gadis itu sudah menulis surat untuk seseorang, mungkin menghabiskan waktu semalaman menulisnya, apalagi melihat matanya yang berat karena kantuk. Di dalam amplop itu mungkin saja terselip seluruh rahasia hidupnya.

Aku mengambil beberapa langkah ke depan, lalu membalikkan badan: gadis itu menghilang di tengah keramaian.

***

Sekarang aku baru tahu bagaimana seharusnya aku menyapa gadis itu. Tentunya aku harus memberikan pidato panjang, terlalu panjang untuk kusampaikan dengan baik. Semua ide yang ada di kepalaku memang tidak ada yang praktis.

Oh well. Tadinya aku akan memulai pidato itu dengan kalimat “Pada suatu hari” dan diakhiri dengan “Cerita yang sedih, bukan?”

***

Pada suatu hari, hiduplah seorang pemuda dan seorang gadis. Usia pemuda itu delapan belas tahun; dan gadis itu enam belas tahun. Pemuda itu tidak terlalu tampan, dan gadis itu tidak terlalu cantik. Mereka adalah muda-mudi yang seperti pada umumnya cenderung kesepian. Namun mereka percaya sepenuh hati bahwa di dunia ini ada pasangan hidup yang 100% sempurna untuk mereka. Ya, mereka percaya pada mukjizat. Dan bahwa mukjizat bukanlah hal yang mustahil.

Suatu hari, si pemuda dan gadis itu tak sengaja berjumpa di ujung jalan.

“Luar biasa,” ujar si pemuda. “Aku sudah mencarimu seumur hidupku. Kau mungkin tidak mempercayai ini, tapi kau adalah gadis yang 100% sempurna untukku.”

“Dan kau,” balas gadis itu. “Kau adalah pemuda yang 100% sempurna untukku, persis seperti pemuda yang kubayangkan selama ini. Seperti mimpi rasanya.”

Mereka duduk di atas kursi taman, berpegangan tangan, dan menceritakan kisah hidup mereka masing-masing selama berjam-jam. Mereka tidak lagi kesepian. Mereka telah menemukan dan ditemukan oleh pasangan masing-masing yang 100% sempurna untuk mereka. Betapa indahnya menemukan dan ditemukan oleh pasangan yang 100% sempurna untuk kita. Sebuah mukjizat, sebuah pertanda.

Namun, saat mereka duduk dan berbincang, masih ada sedikit rasa ragu yang menggantung di dada: apa mungkin impian seseorang terkabul begitu saja dengan mudahnya?

Maka, ketika keduanya terdiam, si pemuda mengambil kesempatan untuk berkata kepada gadis itu: “Mari kita uji diri kita—sekali ini saja. Jika kita memang pasangan yang 100% sempurna untuk satu sama lain, maka di suatu saat, di suatu hari, kita pasti berjumpa lagi. Dan ketika itu terjadi, dan kita tahu bahwa kita adalah pasangan yang 100% sempurna untuk satu sama lain, maka kita akan menikah saat itu juga. Bagaimana?”

“Ya,” kata si gadis. “Itu yang harus kita lakukan.”

Kemudian mereka berpisah. Si gadis melangkah ke arah timur, sementara si pemuda ke arah barat.

Meski begitu, proses uji itu sebenarnya tidak perlu mereka lakukan, karena mereka memang benar pasangan yang 100% sempurna untuk satu sama lain dan pertemuan awal mereka adalah sebuah mukjizat. Tapi mereka tak mungkin mengetahui semua ini di usia belia. Gelombang takdir yang dingin dan tak pandang bulu terus membuat mereka terombang-ambing tanpa akhir.


Pada suatu musim dingin, si pemuda dan si gadis menderita sakit flu yang terjangkit di mana-mana. Setelah dua minggu terkapar tanpa daya, mereka pun lupa terhadap tahun-tahun remaja mereka. Ketika mereka tersadar, ingatan mereka sama kosongnya seperti celengan baru.

Keduanya adalah individu yang cerdas dan ambisius dan dengan usaha keras mereka berhasil membangun hidup mereka hingga menjadi sosok terpandang di masyarakat. Syukurlah, mereka juga menjadi warga yang taat peraturan dan tahu caranya naik kereta bawah tanah tanpa tersesat yang sanggup mengirimkan surat dengan status kilat di kantor pos. Dan mereka juga sanggup jatuh cinta, terkadang cinta itu mengisi hati mereka sampai 75% atau bahkan 80%.

Waktu berlalu dengan kecepatan tak terduga mendadak si pemuda telah berusia 32 tahun dan si gadis 30 tahun.

Di suatu pagi yang cerah di bulan April, dalam perjalanan untuk membeli secangkir kopi, si pemuda melangkah dari arah barat ke timur, sementara si gadis, dalam perjalanan ke kantor pos, melangkah dari arah timur ke barat. Keduanya menelusuri pinggiran jalan yang memanjang di sebuah area pusat perbelanjaan di Tokyo yang bernama Harajuku. Mereka saling melewati satu sama lain tepat di tengah jalan. Ingatan mereka kembali samar-samar dan untuk sesaat hati mereka bergetar. Masing-masing merasakan gemuruh yang mendesak dada. Dan mereka tahu:

Dia adalah gadis yang 100% sempurna untukku.

Dia adalah pemuda yang 100% sempurna untukku.

Namun, sayang, gema ingatan mereka terlalu lemah, dan pikiran mereka tak lagi jernih seperti empat belas tahun lalu saat pertama kali berjumpa. Tanpa mengutarakan sepatah kata pun, mereka melewati satu sama lain begitu saja, hilang di tengah keramaian. Selamanya.


#CATATAN:

> Cerpen ini berjudul On Seeing the 100% Perfect Girl One Beautiful April Morning karya HARUKI MURAKAMI dan disertakan dalam koleksi cerita pendek berjudul The Elephant Vanishes (Random House, 1993).

>> HARUKI MURAKAMI adalah seorang penulis dan penerjemah asal Jepang yang telah menerbitkan sejumlah novel, koleksi cerita pendek dan esai. Beberapa karyanya yang telah mendunia, termasuk di antaranya: Kafka on the Shore, The Wind-Up Bird Chronicle, Norwegian Wood, dan—yang terakhir—IQ84. Karya non-fiksi yang ia terbitkan termasuk di antaranya: Underground: The Tokyo Gas Attack and the Japanese Psyche dan What I Talk About When I Talk About Running.

*****

Tak kusangka, kisah ini ada kemungkinan akan terjadi pula padaku dan dia, meski mungkin lebih ke konteks pertemanan dan persahabatan daripada romansa.

Eh tapi, jodoh siapa yang tahu kan? Hahaha... cuma aku masih tetap lebih ingin bersama orang yang kuangankan untuk saat ini sih jika bisa memilih. Jika bisa hahaha :) walau misal ternyata nantinya jodohku adalah Calon Tuan Keempat ini pun, kurasa aku tak berkeberatan samasekali (nggak tahu deh kalau dianya WKWKWK :v)

Yah, apapun, kuharap kami masih punya kesempatan bertemu sebagai teman atau pun sebagai yang lain, kecuali musuh ya. Pokoknya yang hubungannya baik lah.

Dan, kuharap, misalkan kami bertemu lagi, semoga kami bisa saling mengingat, semoga kami masih sama-sama peka, dan hubungan baik di antara kami bisa terjalin kembali. Tak seperti ending pada cerpen ini yang bisa bertemu kembali namun hanya berlalu begitu saja karena sudah saling lupa. Aamiin yaa rabbal aalamiin. :)

Tak sabar berjumpa denganmu lagi kawanku :D semoga memang masih ada jatah untuk kita di masa depan :) karena kamu bilang seolah-olah yakin kalau bakal ada lagi meski masih lamaaaaaa... sebagaimana aku yang juga yakin kalau "Kita tak semudah ini berakhir, hei! Masih ada lanjutannya nanti, di masa depan."

Aku yakin, aku bisa menemukanmu lagi nantinya, entah sebagai apa, pokoknya ya bertemu saja dulu :)

:D tak sabar pokoknya hahaha...

*23 Agustus 2020
Sangat terkejut diriku, pagi-pagi menerima DM darimu. Mana DM nya perpisahan pula, kamu pamitan. T_T

Sesungguhnya bagiku DM darimu bittersweet juga sih, macam ending cerpen Murakami yang ini wkwkwk. Sweet, karena aku ternyata juga segitu dianggap temannya olehmu ya :) terimakasih yaa... aku juga anggap kamu kok (bahkan sayang kamu juga #eh wkwk)

Bitter, karena isinya salam perpisahan. Hahaha :")

Yah, tapi yang terjadi ya terjadilah. Dan semoga, dimanapun kamu berada saat ini, apapun yang kamu lakukan saat ini, kamu baik-baik saja ya, kawan :) I hope the best for you. Good luck, my dongsaeng! ^^

Sampai jumpa lagi nanti, di waktu yang entah kapan, dan dimana, dan apapun konteks hubungannya. Pokoknya... semoga yang terbaik dan paling tepat buat kita berdua. Aamiin yaa rabbal aalamiin. :)

Aku yakin sih kita akan bertemu lagi, kita belum berakhir kok. Suatu saat nanti aku akan menemukanmu kembali, seperti pertama kali aku menemukanmu dulu (8 Juni btw wkwk). Dan kuharap nantinya kamu juga seperti dulu, menyambut kedatanganku dengan hangat dan terbuka, hehehe. :)

Selasa, 18 Agustus 2020

Bagian dari Midnight Poem: 2 Tahun!!

Tak terasa, 2 tahun sudah waktu berlalu. Hari ini adalah hari pertama kita kenal bukan, wahai Tuan Midnight Poem pertama, tuan sumber inspirasi midnight poem, yang melahirkan label ini hingga terus berjalan sampai sekarang.

Hingga kini telah ada 3 tuan yang terukir dalam sajak-sajakku. Semoga saja jumlahnya tak bertambah, karena aku telah mencintai Tuan Midnight Poem ketiga seperti dulu aku mencintai tuan yang pertama. Dan tuan yang ketiga ini tak meninggalkanku seperti tuan pertama.

Ah bukan, sesungguhnya kalian memang tak ingin meninggalkanku begitu saja kan? :") hahaha. Tapi kurasa wujudnya memang berbeda...

Yang satu ingin berteman, yang satu berpasangan. Hahaha :) walau sama-sama pernah mencintaiku, tapi memang tujuan awalnya berbeda.

Terimakasih buat kalian berdua, Tuan Pertama dan Tuan Ketiga. Terimakasih karena pernah hadir di hidupku, pernah menjadi temanku yang baik, pernah menjadi orang yang kucintai dan kukagumi, pernah menjadi "rumahku", sekaligus menjadi orang yang pernah mencintaiku walau tak pernah terkatakan terang-terangan. Aku cinta kalian :")

Dan kini... mungkin yang tersisa dengan Tuan Pertama, yang telah saling mengenal sejak 2 tahun yang lalu adalah persahabatan. Mau tak mau, mungkin kita memang harus menerima realita bahwa kita tak bisa bersama, mungkin selamanya Tuan Pertama akan menjadi "sayangku yang tak pernah bisa kupanggil demikian". Kau pasti akan jadi kenangan indahku, untuk nostalgia nanti sampai pikun. Sama seperti maumu kan, mengenang aku sampai pikun, tapi bukan menemaniku sampai kita menua bersama.

Namun dengan Tuan Ketiga, kuharap kau bisa menjadi "sayangku untuk selamanya". Aamiin yaa rabbal aalamiin. Kuharap kaulah yang akan menemaniku menua bersama, bahkan meski kau cukup jauh lebih tua dariku XD hahaha...

*18 Agustus 2020
2 tahun sejak kita pertama kali "berjumpa" via online. Masih kuingat kala pertama kali kau sapa aku di kolom komentar jam 10.00 WIB di tanggal cantik itu, 18/8/18 kala ingin tahu lebih jauh mengenai pengalaman dan pemikiranku yang menurutmu menarik. :)

Dan kini... aku sudah bersama "yang lain". Namun tak masalah kan? Kuharap tak masalah, seperti aku juga tak mempermasalahkan kau dengan siapapun, selama itu yang terbaik untukmu :) semoga kita berdua sama-sama mendapatkan orang yang paling tepat untuk kita. Aamiin yaa rabbal aalamiin.

Dan kuharap sih (setidaknya untuk saat ini) orangnya adalah my dearest Tuan Midnight Poem Ketiga. I ♡ u so much My Master!

Sama seperti dulu aku pernah mencintaimu, kini aku mencintainya, Masterku, idolaku, bintang jatuhku, "rumah" keduaku, dan kuharap sekaligus cinta terakhirku. Aamiin yaa rabbal aalamiin. :)

Terimakasih, berkatmu aku jadi punya pengalaman yang unik dan indah untuk dikenang, terbuka berbagai peluang dan jalanku mengenal orang-orang baru, sekaligus terinspirasi membuat catatan perjalan cinta yang bagiku bagus. XD

I ♡ U abangkuuu, kembaranku, twinflameku, sahabatku, teman yang menyebalkan sekaligus ngangenin, pelayanku, "mantan"ku, sayangku yang (mungkin) takkan pernah kupanggil demikian. :) tapi ya sekarang lebih sebagai teman saja, namun aku tetap sayang kamu juga, yaa... as a friend.

Kamis, 13 Agustus 2020

Midnight Poem part 3 (19)

Terlalu Manis
-adoralic-

Apakah hanya aku yang merasakan?
Kita yang terlalu manis
Hubungan kita pada tiap harinya
Singkat namun terasa dekat

Apakah hanya aku yang merasakan?
Kita yang terlalu manis
Hampir tiap hari saling menyapa
Jika tidak terasa hampa

Apakah hanya aku yang merasakan?
Kita yang terlalu manis
Terlalu manis untuk dipisahkan
Terlalu sayang untuk saling melepas

Apakah hanya aku yang merasakan?
Kita yang terlalu manis
Terlalu manis untuk tidak menjadi satu
Terlalu manis untuk tidak bersama selamanya

Aku dan kamu, kita cocoknya selamanya
Dan aku percaya Tuhan akan mendengarkan kata-kataku

*14 Agustus 2020
Dear sayangku yang kuharap selamanya, yang terlalu manis untuk tak kucintai, aku masih sayang kamu. ♡♡♡ Semoga Tuhan juga sangat sayang dengan kita, hingga kita bisa dibersamakan nantinya di waktu yang terbaik. Aamiin yaa rabbal aalamiin. :)

Btw ini sebenarnya mau ditulis kemarin, apa daya lupa hahaha XD


Sabtu, 08 Agustus 2020

Kata-Kata untuk Diri Sendiri 3 Tahun ke Depan

Kalau kamu masih hidup, pada akhirnya ini akan berlalu jua, seperti yang sudah-sudah. Tenang saja. Aku yakin kamu masih seperti sekarang dalam "bagian yang harus dipertahankan" namun lebih dewasa dan bisa menemukan dan memahami lebih banyak lagi makna kehidupan. Aku berharap kamu baik-baik saja, atau kalau bisa jauh lebih baik daripada sekarang. Atau minimal sekali masih bisa tersenyum, merasakan, dan memaknai sesuatu, serta membantu siapapun yang kamu rasa bisa dan memang tepat untuk kamu bantu. Bantu orang, tapi jangan lupakan diri sendiri. Terutama, maknailah kehidupan ini dengan positif, carilah hikmah-hikmah yang baik dari tiap peristiwa. Semangaaattt... aku dari tahun 2020 sayang kamu! ^^ ♡♡ ingat, kamu masih punya kamu yang menyayangimu. :)

*9 Agustus 2020
Aku sayang aku.

Kamis, 06 Agustus 2020

Bagaimana Anda memandang urusan dunia dan akhirat?

Saya pribadi menganggap dua urusan itu berkaitan dan merupakan satu kesatuan. Kalau saya berbuat buruk di dunia, di akhirat saya bakal dapat balasannya. Dan sebaliknya, kalau saya betul-betul memikirkan akhirat saya, harusnya saya berusaha sebaik-baiknya memperbaiki kehidupan dunia saya sesuai dengan perintah Tuhan yang saya imani dan sembah. Tidak perlu dipilih dan dipisahkan, cukup berusaha dijalani sebaik-baik yang saya mampu dan mau mengusahakan.

Selain itu, saya percaya Tuhan yang saya sembah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun dan punya "cara-Nya" yang seringkali terasa tidak cocok dengan logika manusia. Saya juga percaya "keajaiban Tuhan" yang kadangkala muncul sebagai bentuk kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya, anggap macam bonus yang menyenangkan. Hanya saja keajaiban yang saya percayai ini tidak boleh saya jadikan opsi utama saya untuk mengurus urusan dunia, karena kan sifatnya cuma macam bonus yang tak selalu ada, karena Tuhanku juga menghargai ikhtiar/usaha. Cuma, percaya pada Tuhanku dan segala kuasa dan kemampuan Nya memberikan rahmat dan berkah di luar nalar manusia jika Dia menghendaki, bagi saya itu tetap harus. Jadi tak 100% mengandalkan Tuhan, tak 100% pula melepas Tuhan.

Ada juga sih berbagai macam hal buruk di dunia ini, saya percaya juga itu terjadi atas kehendak-Nya. Hanya saja, misal itu terjadi… haruskah saya yang "mempercayai Tuhanku" ini jadi menghujat-Nya? Lah malah merembet ya hahaha… tapi pokoknya saya punya jawaban pribadi saya untuk pertanyaan ini, dan saya nggak peduli jawabannya orang lain, karena keimanan pada akhirnya kan urusan masing-masing orang ya.

Intinya, urusan dunia akhirat bagi saya pribadi adalah berkaitan dan tak perlu dipisahkan, hanya perlu diusahakan sebaik-baiknya sesuai ketentuan yang ada dan mampu dan mau dilakukan, jika ingin hasil yang baik dikeduanya. Yang mampu dan mau ya, dan pada akhirnya yang paling sadar soal "seberapa mampu dan mau" itu kan diri sendiri.

Selasa, 04 Agustus 2020

Midnight Poem part 3 (18)

Kala Kumenangisimu
-adoralic-

Makin kumati, aku makin tak mengerti
Ketika pikiranku tenang, hatiku yang berkecamuk
Giliran hatiku tenang, pikiranku yang berkecamuk
Pada akhirnya aku hanya bisa menangis jika sudah tak tahan

Katakan saja ini lemah
Atau apapun semacam itu
Aku yang menangisimu
Masih sering terisak-isak kala mengingatmu

Apa yaa... apa yaa...
Bahkan aku tak tahu apa yang kusayangkan dari semua ini
Tak paham
Bukankah hal seperti ini sangat wajar terjadi ya?

Bukankah ini klise?
Bukankah ini kisah mainstream?
Bukankah ini realistis?
Bukankah ini jika dipikirkan serius malah menguntungkan aku?

Aku tak paham, sungguh tak paham
Mengapa air mata ini masih mengalir dengan derasnya
Bahkan walau pikiranku telah berdamai dengan realita
Dan mulai membuat rencana baru

Yang tanpa kamu
Tiada kamunya
Apa karena ini ya aku merasa sakit?
Padahal bukankah bersama denganmu memang tak realistis ya?

Bahkan bukan aku yang bilang begitu, kamu yang bilang
Kamu jua yang memilih untuk tak bersamaku kan?
Mengapa aku yang sedih?
Mengapa aku yang sedih sampai sebegininya?

Sakit, sedih, bukan salah siapa-siapa namun menyakitkan
Padahal aku jarang betulan ingin bersama orang
Tapi aku ingin bersamamu, apalagi ini kamu
Orang yang dulu tak berani kuharapkan muncul, dan suatu hari malah muncul

Pada akhirnya aku tersadar
Memang aku mencintaimu sungguhan
Dan gara-gara perasaan inilah aku jadi sebegininya
Padamu, bahkan meski tak realistis sekalipun

Otakku berkata tidak bisa, ia mengakui kata-katamu
Kita memang tak realistis, aku makin paham
Namun hatiku berkata "masih ada asa walau hanya setitik"
Masih ada, selama kamu belum sah termiliki yang lain

Otakku bilang, mulai lah lembar yang baru
Dia yang melepasmu duluan
Sedangkan hatiku berkata, ingatlah, sesungguhnya dia tak ikhlas kehilanganmu
Sesungguhnya dia sama sepertimu

Lalu aku harus bagaimana?
Otakku tahu, namun hatiku tak tahu
Mungkin hanya bisa mengadu pada Tuhan ya?
Tuhan, aku harus bagaimana bila terlanjur mencintainya sebegini?

Tuhan, apakah ini cinta?
Atau hanya sekadar obsesiku semata?
Tuhan... berikan yang terbaik buat kami berdua, dan bantulah bagi kami untuk ikhlas pada apapun hasilnya
Terutama bila memang kami sesungguhnya merasakan rasa yang betulan sama

*4 Agustus 2020
Bercucuran air mata, aku kebingungan. Serius, aku bingung. Bertanya-tanya: "Kenapa aku masih memikirkan, bahkan mengharapkan orang yang sudah melepaskanku?"

Kalau dipikir-pikir, mungkin bahkan harusnya aku bersyukur dilepas olehmu, artinya kesempatanku, duniaku, masih luas, bebas, seperti mauku dulu.

Tapi... kalau harus kehilangan kamu... apalah arti kebebasan itu? Dan... kalau aku dapat kebebasan namun kehilanganmu padahal tak ingin, apakah itu adalah sebuah kebebasan?

Memang cinta tuh selalu begini ya :") aku cinta kamu, Master. :" masih, sayangku yang kuharap selamanya.


Minggu, 02 Agustus 2020

Bagian dari Midnight Poem Another Side: sampai di sini

03/08/2020

Tak terasa, sedikit lagi menjelang dua tahun perkenalan pertamaku dengan Tuan Midnight Poem Pertama. :)

Dan tak terasa, perjalanan Midnight Poem sudah sepanjang ini. Bayangkan, sudah ada setidaknya 3 orang tuan, malah mungkin seharusnya kalau mau jujur... sudah 4, hanya saja aku dengan Tuan Midnight Poem Ketiga belum tuntas usai, tak seperti dengan Tuan Pertama dan Tuan Kedua, sehingga Calon Tuan Keempat ini belum betulan kumasukkan ke dalam daftar Midnight Poem. Tuan Kedua sudah 99% berhenti, dan sejauh ini dia 99% tak masuk daftar orang yang kuberi kesempatan. Tuan Pertama juga sudah usai, namun dari awal dia menempati posisi pertama dalam daftar orang yang kuberi kesempatan, karena ia punya "rumah".

Dengan Tuan Ketiga? Secara status sudah usai, namun secara hubungan tentu belum usai. Aku masih mencintainya dan berharap padanya. Dan kurasa memang masih ada harapan walau hanya sedikit sekali, bahkan mungkin harus mengandalkan keajaiban. Tapi tak masalah, selama masih ada harapan, aku masih ingin berharap meski tentu tak sebesar dulu. Apalagi memang ia memiliki "rumah" juga seperti Tuan Pertama. Jadi, meski usai pun, tentu ia termasuk orang yang namanya ada di daftar kesempatanku. Tak seperti Tuan Kedua, yang walau sesuka dan senyaman apapun aku dengannya, tapi tak bisa kutemukan "rumah" dalam dirinya. Apalagi kami berakhir karena sesuatu yang "fatal".

Selain ketiga Tuan tersebut, ada satu lagi yang kuduga Calon Tuan Midnight Poem Keempat. Baru dugaan, karena memang aku yang (mungkin) setia ini tak ada niat mengeksekusi orang baru sebelum keadaanku dengan Tuan Midnight Poem Ketiga betul-betul kandas (dan kuharap tidak sih, aku ingin bersatu dengannya selamanya, bukan malah kandas). Sekaligus kuduga demikian pula karena... tanpa sengaja aku sudah menangkap tanda-tanda yang menjurus kepada kecocokan jiwa antara diriku dengan Sang Calon Tuan Keempat ini. Menurut dugaanku, misal aku mendekatinya terus hingga berhasil ke tahap personal dan menjadi dekat secara personal, ada kemungkinan aku akan menemukan "rumah" juga pada dirinya. Baru dugaan, karena kedekatan kami belum seberapa, dan "rumah"nya memang belum terlihat ada padanya. Hanya saja, aku sudah sempat merasakan air mengalir lembut walau hanya sekilas kala melihat guratan tangannya di atas kertas. Omong-omong, memang guratan tangannya satu nuansa denganku, ia sendiri pun mengakui itu. Artinya... memang ada kecocokan secara jiwa di antara kami berdua. Walau ujung dari kecocokan itu dalam perihal apa, itu yang masih misteri.

Setelah kuamati alur kehidupan yang kujalani selama ini, tidak semua kecocokan jiwa itu harus dijadikan pasangan, walau jelas sangat berpotensi menimbulkan ketertarikan antara satu dengan lainnya. Tapi hubungan kan memang tidak melulu pasangan ya? Ketertarikan kan tak cuma dalam hal berpasangan, berkawan akrab juga bisa kan? Nah, makanya aku tak berharap macam-macam padanya, bahkan mendekatinya saja aku juga tidak ada niat. Biarkan mengalir wajar sewajar-wajarnya, laiknya teman, aku takkan mengejar seperti dulu. Apalagi aku masih punya hubungan yang belum betulan usai dengan Tuan Midnight Poem Ketiga.

Hahahahaha... memang yaaa poliamori itu menyusahkan kalau tidak ada "status hubungan" -_- hahaha. Aku tipe yang sangat setia kala memiliki status hubungan, namun di kala tidak, maka... jika aku tertarik 2 ya dua-duanya kusukai, kalau tertarik 3 ya 3 sekaligus kusukai. Memusingkan, walau sekaligus menghibur. Memusingkan karena aku sukanya akan serius. Poliamori kan memang begitu, hati bercabang dan suka semua, tak ada dan tak perlu mencari pelampiasan lagi misal gagal dengan satu, karena masih ada yang lain dan memang sudah suka pada semuanya.

Sekarang, mungkin yang paling kusukai, kuharapkan, dan kufokuskan hanya seorang, Tuan Midnight Poem Ketiga. Namun, sesuai petunjuk sementara dari shalat istikharahku, selain berdoa untuk hubunganku dengan My Master, aku pun mendoakan hubunganku dengan Tuan Pertama, dan... belajar dari pengalaman, daripada aku berlelah-lelah mengejar orang di realita belum tentu dapat, mending sekalian berdoa untuk hubunganku dengan Calon Tuan Keempat. Memang hubunganku dengan Calon Tuan Keempat baru sebatas kenal begitu saja dan samasekali tak ada arahnya, namun, siapa tahu doa bisa mendekatkan kami. Jikalau tak sekarang, mungkin nanti kami akan dekat. Anggaplah misal itu betulan terjadi nantinya, berarti doaku macam tabungan jangka panjang.

Yah, jadi, sejak saat kutemukan guratan tangan Calon Tuan Keempat, kudoakan 3 orang sekaligus, agak gila memang hahaha... Tapi tak apa lah, namanya juga berusaha mendapatkan yang paling tepat menurut-Nya, dan ya kalau bisa menurutku sendiri pula. :)

Sejak awal kemunculannya, memang Calon Tuan Keempat sudah berhasil mencuri perhatianku dengan daya tariknya. Tulisannya juga "bercahaya", mirip seperti milik Tuan Ketiga, hanya saja mereka punya ciri khas masing-masing, dan tentu saja keduanya memiliki nuansa yang terasa sangat berbeda. Namun aku suka keduanya, dengan daya tarik masing-masing.

Pertama kali menemukan tulisan Calon Tuan Keempat, aku merasa bagaikan menemukan harta karun. Rasanya tiba-tiba ingin menjadi fansnya. Memang sekuat itu daya tariknya.

Namun kuteringat My Master, tuan ketiga. Dan kalau dipikir-pikir lagi... aneh, kenapa aku bisa tertarik pada tulisan orang lain selain dia ya? Kupikir dia sudah paling "unik". Memang paling unik tetap dia sih, mau sampai kapanpun tetap My Master sudah punya tempat khusus yang tak tergantikan oleh siapapun, dan posisinya di atas. Hanya saja... haruskah aku juga membuatkan tempat untuk Calon Tuan Keempat pula?

Hmm... ribet kalau menyebutnya Calon Tuan Keempat, jadi kusebut saja dia Sang Mawar.

Aku mulai berpikir untuk ngefans dengan Sang Mawar juga, tapi... rasanya aneh, aku tak ingin saja mengidolakan laki-laki lain selain My Master. Dan jika dibandingkan, tetap My Master lebih unggul, namun bukan berarti Sang Mawar tak berarti sama sekali. Entah mengapa kuanalogikan seperti ini... Jika My Master adalah juara utamanya, nomor 1, maka Sang Mawar adalah juara favorit. Kira-kira seperti itu posisinya.

Lalu, juara 2 dan 3 nya siapa?

Hmm... nggak ada sih. Itu kan cuma analogiku supaya bisa terbayang kira-kira caraku "memandang" My Master dan Sang Mawar itu seperti apa. Pokoknya, meski bukan pemenang utama, tapi Sang Mawar dapat tempat tersendiri juga dalam "pandanganku".

Hanya saja ya begitu, aku tak ingin ada orang lain selain My Master. Apalagi setelah kuingat ke belakang, aku dan My Master bisa sedekat sekarang juga awalnya karena aku ngefans kan? Nah, jika aku ngefans laki-laki lain, dan ketahuan My Master, tidakkah ia akan berpikir macam-macam? Atau, jangankan dia, aku saja mencurigai diriku sendiri. Aku takut bakal tak setia misal keinginanku dituruti. Berawal dari fans, kalau nanti lama-lama jadi suka betulan pada Sang Mawar seperti diriku suka pada My Master, bagaimana? Ya untungnya sih aku poliamori, jadi misal suka pada Sang Mawar pun takkan bisa jadi alasanku untuk tidak suka lagi pada My Master, lalu menjalani hubungan dengan setengah hati dan hambar dengan My Master, hingga akhirnya kami berakhir. Nggak sih, aku tetap bisa berapi-api dengan keduanya, jika aku mau. Malah jadi double fire kan? :v wkwkwk

Cuma... aku kan maunya memang kalau bisa suka 1 saja, setia 1 untuk 1, kalau bisa di hatiku hanya ada nama 1 orang saja, apalagi orangnya memang sudah jadi pasanganku (waktu itu), ngapain nambah penghuni hati lagi? Bikin ribet aja. Menyukai banyak orang sekaligus walaupun aku bisa, tapi jujur itu melelahkan juga sih hahaha... Makanya saya pengen punya pasangan, biar cukup fokus pada 1 orang saja, nggak perlu ngarep, pdkt in dan ngehaluin sana-sini T_T hahahahaha...

Jadi lebih baik demi keamanan dan kenyamanan bersama, tak perlu lah aku menjadi fansnya Sang Mawar segala, biasa saja. Tapi sialnya... tanpa sengaja... ok, sengaja, tapi aku bukan pdkt, murni interaksi user normal, ke siapapun aku juga bakal begitu, gara-gara aku komentar, kami malah jadi akrab, lebih akrab dari seharusnya, karena memang ternyata nyambung. Sehingga, saking takutnya aku nantinya tak setia pada My Master (dulu aku pernah "selingkuh sehari" juga waktu dengan Tuan Pertama my soulmate, dan rasanya nggak enak banget, nggak tenang, merasa bersalah, makanya aku sampai bertekad nggak bakal mendekati perselingkuhan lagi, bahkan meski aku poliamori sekalipun), aku memutuskan mulai hiatus untuk menjauh sementara darinya dan... anggap dia teman baik, teman akrab. Ujung-ujungnya sih jadi kakak-adik zone di kolom komentar.

Ketika aku hiatus, otomatis cukup lama aku tak tahu kabar Sang Mawar. Dan akhirnya aku mulai tenang lagi menjalani kisah cintaku dengan My Master. Tapi ternyata... perkembangan hubunganku dengan My Master malah jadi... begitu -_-

T_T huhuhuhuhu...

Lalu, apakah setelah "putus" dengan My Master, aku langsung teringat pada Sang Mawar?

Nggak samasekali. Malah aku sudah lupa lho kalau pernah tertarik padanya sampai baper, saking takutnya menjurus ke arah "selingkuh" hingga aku berusaha membuat dia jadi teman akrab/kakak-adek zone ku. Apalagi aku hiatus kan, jadi agak lama tak melihat dia, dan meninggalkan dia dalam keadaan sudah kakak-adek zone pula, makanya tentu tak terpikir untuk memandangnya sebagai laki-laki lagi. He is just my friend, my brother.

Hingga, seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya. Suatu hari aku tak sengaja melihat hasil goresan tangannya, gambar abstrak dan ada sedikit tulisan tangannya. Ketika melihat itulah aku merasa...

"Eh, kok... familiar ya? Kok... rasanya... mirip ya? Kok nuansanya mirip tulisan gue sih? Ini mirip deh, asli. Tarikan garisnya, tekanannya, pancaran "nuansa" yang memancar dari tiap garisnya. Mirip, seriusan, asli, nggak bohong. Bahkan walaupun bentuknya nggak terlalu mirip tulisan gue, tapi "nuansa" nya sama. Kok bisa gitu yaaa?? Asli, mirip, jangan-jangan... tanda kecocokan jiwa?"

Kuamat-amati gambarnya, dan makin diamati malah makin terasa mirip. Lalu tahu-tahu muncul perasaan "terseret" walau cuma sekilas, mungkin hanya 1-2 detik saja. But, it means a lot for me.

Benar-benar pertanda ada koneksi jiwa. Gila sih. Perasaan terseret itu kan tanda ada "aliran air" yang merupakan salah 1 komponen yang bisa membuatku jatuh cinta. Jangan-jangan... misal aku bisa benar-benar dekat personal dengannya, bakal ada "rumah" juga ya? ._.

Dan kuingat-ingat kembali, perasaanku yang dulu mendadak ingin ngefans padanya juga, seperti aku ngefans pada My Master, jangan-jangan memang pertanda ada koneksi jiwa ya? Dan itu kuabaikan di awal, tapi lagi-lagi aku disadarkan bahwa memang ada koneksi jiwa antara aku dengannya? Hahaha...

Lucu, lucu sekali, hidup ini sangat menarik walau kadang sangat menyebalkan bahkan kadang amat sangat menyedihkan.

Belajar dari pengalaman, aku tak mau cepat menjatuhkan hatiku lagi pada orang yang cocok. Apalagi aku masih punya Tuan Ketiga My Masterku, urusanku dengannya belum 100% tuntas, bahkan kuberharap dengannya akan selamanya.

Mungkin, di dunia ini memang ada beberapa orang yang cocok, bahkan sangat cocok dengan kita. Yang bisa membuat kita mengalami jatuh cinta beberapa kali. Tapi pada akhirnya, biasanya seseorang hanya berpasangan dan menikah dengan 1 orang saja kan? Jadi, menurutku, memang tak semua koneksi jiwa harus dibawa ke arah romansa.

Hanya saja, mendoakan kebaikan tak ada salahnya kan? Apalagi masa depan memang tak ada yang pasti, dan aku cukup senang dengan banyak peluang. Makanya Calon Tuan Keempat turut kusertakan sekalian dalam doaku, bahkan meski aku belum sampai jatuh cinta padanya. Siapa yang tahu, bagaimana jika ternyata yang jodohku adalah dia? Kurasa tak ada salahnya mendoakan dari sekarang.

Yah, begitulah, makanya dia masih kusebut Calon Tuan Keempat, belum seorang Tuan. Karena siapa tahu aku bisa bersatu dengan Tuan Ketiga, sehingga Tuan Ketiga akan jadi Sang Tuan Pamungkas, yang menjadi penutupan di Midnight Poem. Jika itu yang terjadi, maka tak perlu lah ada Tuan-Tuan berikutnya.

Namun memang, kutuliskan ini, salah satu alasannya adalah: biar bagaimanapun, kamu pernah ada kok di hatiku, pernah kuanggap, dan kuakui bahkan sampai di sini, wahai Sang Mawar merah yang merekah dengan indahnya. 🌹🌹🌹 Kau adalah Calon Tuan Keempat, yang walaupun baru calon dan belum tentu bakal ada gelar Tuan Keempat, tapi laksana pembawaan seorang juara favorit, kau memang mampu membawa nuansa tersendiri yang bisa membuatmu mencolok bahkan meski sudah ada juara utama sekalipun.

Every people have their own shine, and yours is very bright. Very very bright.

Sebetulnya, tak ada menang kalah disini. Semua punya tempat masing-masing di hatiku kok. :) cuma memang, khusus untuk saat ini, aku masih ingin fokus dengan Tuan Ketiga yang kucintai. ♡♡♡


Namun, apapun hasilnya nanti, semoga yang terbaik untukku, dan untuk kita semua. Aamiin yaa rabbal aalamiin.

Ohya, dari sini aku juga makin belajar sih... belajar bahwa komitmen dan kesetiaan itu memang tak turun dari langit, namun memang diusahakan. Misal, aku yang ingin setia dengan My Master ternyata harus diuji kesetiaannya dengan keberadaan Sang Mawar, dan juga... Tuan Pertama. Sang Mawar dan Tuan Pertama tak salah apapun selama tiada niat mengusikku. Aku yang salah dan macam selingkuh misal ada hati pada mereka dan berniat mengeksekusi isi hatiku. Tapi selama tak dieksekusi, atau kueksekusi ketika memang aku tak ada komitmen yang mengharuskan setia 1 untuk 1 dan tak boleh selingkuh, tak masalah bukan?

Aku sayang kalian semua. :)

Bagian dari Midnight Poem another side: dua pria yang kucintai

Mencintai Kalian
-adoralic-

Lagi-lagi, akan kuulangi...
Aku adalah seorang poliamori
Yang hatinya bisa bercabang dalam mencintai
Namun mencintai semuanya setulus hati

Tiada pelampiasan
Tiada maksud menyakiti
Tiada maksud menipu
Hanya mencintai, menyayangi, berharap yang terbaik bagi kalian semua yang kucintai

Aku yang hanya bersetia dengan komitmen
Karena buatku, mencintai itu luas
Dan aku mencintai bukan hanya untuk keegoisanku semata
Aku ingin menyayangi, melestarikan dan membuat kalian baik-baik saja karena dicintaiku

Kata seorang kawan
Cinta akan semakin banyak jika dibagi-bagi
Perhatian akan semakin berkurang jika dibagi-bagi
Kalimat yang kuamini kebenarannya

Mencintai, setidaknya kalian berdua
Bagiku adalah sesuatu yang berharga
Amat sangat berharga
Kalian adalah "cahaya" bagiku

Mau sebagaimana pun kuingat keburukan kalian
Pada akhirnya hanya yang terbaik yang kuingat
Sebagaimana itu pulalah yang kuharapkan bagi kalian
Semoga kalian baik-baik saja dan mendapatkan yang terbaik bagi kalian

Bahkan meski bukan aku, bukan dengan aku
Sungguh ku merasa, mencintai kalian adalah pengalaman yang berharga
Mungkin kalian bahkan tak memandang sebegitunya
Namun tak apa

Tiada yang kusesali dari pernah mencintai kalian berdua
"Rumahku" yang indah, nyaman, tempatku bisa "pulang"
Orang-orang yang baik, yang layak untuk dicinta
Yang membuatku punya sedikit harapan dalam hidupku

Harapan bisa menyayangi kalian dan membantu kalian agar baik-baik saja
Atau setidaknya, harapan bisa mengikhlaskan kalian, dan melihat kalian baik-baik saja


*3 Agustus 2020
Dear Tuan Midnight Poem pertama dan Tuan Midnight Poem ketiga, kalian memang spesial. Terimakasih telah hadir di hidupku dan membuatku jatuh cinta dengan kalian. I love you so much, very very love you, meski bercabang.

Yang pertama, untuk "Sayangku yang tak pernah bisa kupanggil demikian" yang telah benar-benar bisa kuikhlaskan bersanding dengan siapapun nantinya, asalkan orang yang paling baik dan tepat untuknya. Termasuk jika yang terbaik baginya adalah aku, aku tak masalah, walau misal bukan tentu tak mengapa pula.

Yang kedua, untuk "Sayangku yang kuharap selamanya" yang masih kuperjuangkan lewat doa, berharap masih ada keajaiban bagi hubungan kami berdua. Jika memang aku yang paling baik dan tepat untukmu, kuharap kita berjodoh. Meski jika tidak, asal kau dapat yang paling baik dan tepat untukmu, asalkan kau tak perlu berpura-pura, pada akhirnya aku akan ikhlas.
sebuah ilustrasi dari sahabatku :)

Pada akhirnya, bahkan misal tak berakhir dengan salah satu dari kalian berdua, kuharap kelak aku akan punya pasangan yang bisa ikhlas dengan masa laluku yang pernah mencintai kalian. :)

Tak ada yang salah dari mencintai siapapun, bagiku. Karena seperti kukatakan sebelumnya... cinta itu bertambah jika dibagi, perhatian yang berkurang. Makanya aku butuh komitmen untuk mencintai, jika tidak maka sebebas ini lah. Meski setulus hati, namun bisa terbagi.

Siapapun kelak yang bersama aku, percayalah, meski tak bisa utuh hanya untuk kalian saja, namun sungguh aku pasti mencintai kalian dengan setulus hati, dan sedalam aku mencintai kedua orang ini. Pada masing-masingnya, ada cinta dan ketulusan yang besar.