Hai. Saya akan posting
lagi. Kali ini posting tugas yang sesungguhnya, yaitu tugas Ilmu Budaya Dasar
yang kedua, membuat resensi novel.
Hmm... waktu masih
sekolah saya telah beberapa kali membuat resensi novel. Namun, dahulu novel
yang boleh diresensikan bebas. Dulu saya memilih novel horor untuk diresensi.
Tetapi sekarang,
kategori novel yang bisa digunakan untuk tugas resensi tidak bebas. Ditentukan
oleh dosen, bahwa novel yang dipilih haruslah novel yang memiliki pesan moral.
Dan tidak diperkenankan meresensi novel remaja atau picisan.
Karena persyaratan
tersebut, akhirnya saya memilih novel ini untuk diresensi,
![]() |
9 Matahari karya Adenita. Novel lama sih, saya aja pertama kali baca waktu SD. |
Data buku
a. Judul buku : 9 Matahari
b. Pengarang : Yuli Anita (Adenita)
c. Penerbit beserta edisi cetakan : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia Jakarta
-Cetakan pertama : November 2008
-Cetakan kedua : Desember 2008
d. Tahun terbit : 2008
e. Tebal buku (jumlah halaman) : ix + 362
Sinopsis
Novel ini menceritakan
perjuangan seorang gadis bernama Matari Anas ketika menjalani kehidupan,
terutama pada masa perkuliahan. Banyak kesulitan yang dihadapinya.
Alur dalam novel ini
campuran. Namun saya lebih suka menjelaskannya dengan alur maju.Matari hidup
dengan latar belakang kedua orangtua yang berbeda suku. Ayahnya berasal dari
Deli Serdang, Sumatera Utara, sehingga ia memiliki sifat-sifat khas orang Sumut
yang keras, bicaranya pun keras dan cepat pula, serta bersemangat.
Sedangkan ibunya, yang
merupakan seorang wanita keturunan Sunda, yang dikatakan masih termasuk
keturunan ningrat adalah seorang wanita yang lemah lembut, santun, tutur
katanya halus, baik hati, penyayang dan pengalah. Amat berkebalikan, Namun perbedaan
tak menghalangi mereka untuk bersatu.
Selain Matari, mereka
punya seorang putri lagi, kakak perempuan Matari, namanya Hera. Hera
diceritakan sebagai sosok yang pendiam, rajin, serius dan agak dingin, tidak
sehangat Matari. Tetapi, Hera adalah kakak yang sangat baik. Bahkan awalnya,
karena bantuan Hera-lah Matari bisa kuliah.
Awalnya, mereka adalah
keluarga yang damai dan harmonis. Ayah Matari adalah lulusan sebuah STM di Deli
Serdang, yang lalu merantau dan akhirnya menjadi seorang mekanik di pabrik
kertas.
Sejak dulu ayah Matari
menyukai tanaman, sehingga ia menanam berbagai tanaman di pekarangan dan bahkan
mulai berbisnis cabai bersama rekannya.
Sialnya, pada saat
masa-masa krisis moneter, disaat harga cabai melonjak, panen cabai milik
ayah.Matari justru gagal. Maka, mulailah masalah keuangan menerpa keluarga
mereka. Hingga masalah tersebut menyeret keluarga mereka kepada masalah yang
lebih besar dan rumit selama beberapa tahun ke depannya. Hilanglah kedamaian
dalam keluarga mereka, digantikan oleh pertengkaran sebagai makanan sehari-hari.
Ayahnya berubah menjadi seorang yang pemarah dan kasar, ia bisa marah-marah
tiap hari. Sasaran kemarahannya ialah istri dan anak-anaknya.
Selain itu, pikiran mereka masih ditambahi oleh berbagai hutang yang menjerat. Apalagi semenjak ayah memutuskan untuk pensiun dini agar pesangonnya bisa digunakan untu modal bisnis baru (ayah Matari kecanduan bisnis namun tidak punya keahlian). Akibatnya, sekeluarga menjadi stress.
Selain itu, pikiran mereka masih ditambahi oleh berbagai hutang yang menjerat. Apalagi semenjak ayah memutuskan untuk pensiun dini agar pesangonnya bisa digunakan untu modal bisnis baru (ayah Matari kecanduan bisnis namun tidak punya keahlian). Akibatnya, sekeluarga menjadi stress.
Hal tersebut membuat
Matari berpikir (ketika sudah mulai besar) bahwa: IA HARUS KULIAH. Matari
berpikir, kuliah bisa menyelesaikan berbagai masalah. Yang pertama, melalui
kuliah, ia bisa menyalurkan hasratnya yang tinggi terhadap pendidikan. Kedua,
ia bisa mengasah kemampuannya untuk menjadi manusia berkualitas. Ketiga, jika
ia telah menjadi manusia yang berkualitas, keberadaannya akan bisa berarti bagi
orang banyak, ia bisa jadi orang yang bermanfaat untuk orang lain. Selain itu,
Matari yakin ia pasti akan bisa mengangkat derajat keluarganya. Ia bisa
mendapatkan pekerjaan yang layak setelah menjadi sarjana nanti.
Ada alasan lain pula
mengapa Matari ingin kuliah. Sejak kecil ia ingin kuliah di Bandung, ia merasa
Bandung lebih tenang daripada Jakarta. Selain itu Matari merasa bahwa akan
lebih melegakan jika ia jauh dari rumahnya yang memiliki “atmosfer buruk”
tersebut.
Akhirnya, selulus SMA,
karena ia tidak lulus UMPTN, Matari ikut program d1 di sebuah politeknik di
Bandung. Ia kuliah tentunya masih dengan memiliki masalah finansial. Namun, ada
tantenya yang bisa membantu masalah keuangannya, meskipun ujung-ujungnya
terbongkar suatu hal yang mestinya tak diketahui.
Kemudian setelah lulus,
Matari sempat bekerja, masih di wilayah Bandung (karena ia masih enggan pulang
ke rumah). Tetapi semangatnya untuk kuliah yang sesungguhnya masih tetap
tertanam dalam dada. Hingga akhirnya, tahun depannya, Matari berhasil diterima
di Jurusan Komunikasi, Universitas Panaitan program ekstensi.
Peluang seperti itu
tentunya tidak disia-siakan oleh Matari. Ia pasti akan mengambil kesempatan
itu, kesempatan terakhirnya berkuliah, karena batasan masa berlaku ijazah yang
hanya 3 tahun. Masalahnya, lagi-lagi kondisi finansial keluarga yang kian hari
kian memburuk.
Hingga kemudian Matari
mengambil suatu keputusan, ia berhutang kepada teman ayahnya, dengan dibantu
kakaknya, Hera, tanpa sepengetahuan ayah mereka. Bahkan ia kuliah lagi pun
ayahnya tak tahu. Karena ayahnya akan menentang itu. Menurutnya, Matari kuliah
disaat keluarga sedang krisis ekonomi adalah suatu hal yang tak tahu diri. Seharusnya
ia membantu perekonomian keluarga dengan bekerja, bukan malah menghamburkan
uang untuk kuliah.
Keluarga besarnya pun
banyak yang menentang harapannya untuk kuliah. Mereka sering membicarakan dan mencibir Matari sebagai anak tak tahu diri. Namun semangat Matari tak kunjung pudar. Tekadnya
tetap bulat, ia harus kuliah. Ia akan buktikan pada orang-orang yang menentangnya bahwa ia akan sukses lewat kuliah.
Telah mendapatkan biaya
kuliah untuk semester awal, Matari akhirnya bisa kuliah. Namun masalah tak
hanya sampai disana. Untuk makan sehari-hari, ongkos pulang pergi ke kampus,
bayar kos, untuk pembayaran biaya kuliah di semester-semester selanjutnya, dan
untuk berbagai hal lainnya, Matari butuh uang. Ia pun berjuang mencari uang dengan
berhutang pada teman-temannya dan bekerja.
Matari mendapatkan
pekerjaan sebagai penyiar radio. Lumayan hasilnya, namun ia harus benar-benar
membagi waktu. Dan disana pun ia mendapat masalah lain, ia mengalami culture
shock. Matari kaget dengan kesenjangan antara kehidupannya sendiri dengan
penyiar-penyiar lainnya. Gaya hidup mereka amat berbeda, gaya hidup kelas atas.
Selain itu, masih ada
berbagai masalah lain yang dialami Matari, sepertinya misalnya, ketika ia pulang
ke rumah saat liburan. Bukannya melepas rindu dengan bahagia, ia malah
mengetahui masalah baru yang ada di rumahnya. Bukan hanya itu, Matari juga
bertemu dengan ayahnya yang malah mencacinya dan menyuruhnya segera berhenti
kuliah. Tentu saja Matari menolaknya.
Kemudian, hutang Matari
juga mulai ditagih oleh kawan-kawannya sekaligus, padahal ia benar-benar tak
punya uang. Matari sampai sempat menghindari teman-temannya karena tak siap
bertemu mereka dengan hutang yang masih ia bawa.
Berbagai masalah yang
tak kunjung usai membuat Matari hampir “sakit”. Ia mulai bertingkah aneh, seperti
menyakiti diri sendiri dan berbicara sendiri karena beban pikiran dan masalah
hidupnya sejak dulu sudah tak tertahankan.
Beruntungnya, Matari
punya sahabat yang baik bernama Sansan. Sansan dan keluarganya yang membantu
memulihkan Matari seperti semula. Mereka mengajarkan Matari untuk ikhlas
berdamai dengan seluruh masa lalunya, dan menerima masa lalunya dengan lapang
dada. Kemudian mereka juga membantu Matari menghilangkan pikiran-pikiran negatif
dalam benaknya supaya hidupnya jadi lebih ringan.
Setelah merasa lebih
baik, kemudian Matari menenangkan diri dengan cuti kuliah selama 3 semester dan
melakukan berbagai kegiatan, diantaranya bergabung dengan kegiatan menulis dan
bergabung dengan kegiatan CTV (Campus TV). Selama masa istirahatnya, Matari pun
berkenalan dengan orang-orang baru.
Pada akhirnya,
perkenalan dengan orang-orang baru tersebut mempertemukan Matari dengan
seseorang yang bisa membantu masalah finansialnya, sehingga Matari bisa
melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda. Bahkan ia pun merasa menemukan
sebuah keluarga baru yang selama ini ia idam-idamkan.
Masih ada beberapa
kisah lainnya, karena kehidupan terus berjalan dan pengalaman terus bertambah. Tetapi
terlihat bahwa kehidupan Matari perlahan-lahan membaik, karena pikirannya sudah
lebih positif. Hingga akhirnya, MATARI LULUS KULIAH.
Kelebihan:
-Cover menarik, komentar pembaca di cover bagian belakang sangat positif. Artinya, buku ini dianggap baik oleh kebanyakan pembacanya.
-Banyak mengandung pesan moral. Pertama, dari buku ini, saya menjadi bersyukur bisa hidup tanpa mengalami banyak kesulitan seperti Matari. Hidup saya benar-benar jauh lebih beruntung. Keluarga saya cukup harmonis dan saya bisa kuliah tanpa terlalu banyak kesulitan.
-Kedua, mengajarkan bahwa pengalaman akan membantu menggali potensi dan mengembangkan berbagai kemampuan.
-Ketiga, mengajarkan bahwa tidak ada proses yang instan, hidup penuh perjuangan.
-Keempat, mengajarkan bahwa ikhlas, sabar dan berpikiran positif akan membuat langkah kita menjadi lebih ringan.
-Kelima, mengajarkan bahwa pergaulan yang luas amat bermanfaat untuk kehidupan manusia.
-Kelima, mengajarkan bahwa pergaulan yang luas amat bermanfaat untuk kehidupan manusia.
Kekurangan:
-Penyampaian cerita kurang menarik di bagian tengah menuju akhir.
-Cerita kurang greget.
***
Nah, itu dia resensi saya, maaf jika sinopsisnya kurang bagus. Dan mohon maaf juga jika ada kata-kata yang kurang berkenan. Sekian dari saya, sampai jumpa di post berikutnya.
bro, kira-kira kenapa novel ini dinamakan 9 matahari.
BalasHapus